Senin, 16 April 2012

Pendidikan Berkarakter

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan berkarakter merupakan wacana yang baru terdengar dihadapan publik, padahal wacana ini telah bergulir jauh semenjak kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam perjalanannya, pendidikan berkarakter merupakan jalan untuk memperbaiki moral anak bangsa yang telah jauh dari norma-norma yang ada dan falsafah yang terkandung dalam pancasila. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah agar pelaksanaan pendidikan berkarakter dapat berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Namun yang diharapkan tidak kunjung membuahkan hasil, malahan moral anak bangsa semakin menurun seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Disini penulis melihat bahwa sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia telah baik dan bagus, namun ada beberapa elemen penting yang membuat pendidikan berkarakter tidak berjalan maksimal. Elemen tersebut adalah lingkungan pendidikan, tiga buah unsur dari pendidikan yaitu keluarga, masayarakat dan sekolah. Perlu ditelaah lebih dalam mengapa tiga elemen ini memberi andil yang cukup besar dalam pendidikan berkarakter di Indonesia. Lewat karya ilmiah ini, penulis akan memaparkan seberapa penting peranan lingkungan pendidikan dalam pendidikan berkarakter di Indonesia. B. Batasan masalah Permasalahan yang akan diangkat pada dalam karya ilmiah ini adalah peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia. C. Rumusan masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa poin pertnyaaan, diantaranya: 1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan berkarakter? 2. Apakah yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan? 3. Apakah yang dimaksud dengan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam lingkungan pendidikan? 4. Bagaimanakah keadaan pendidikan berkarakter di Indonesia saat sekarang ini? 5. Bagaimanakah peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia? D. Tujuan Tujuan dalam pembuatan karya ilmiah ini dapat ditemukan dari rumusan masalah diatas, diantaranya: 1. Memahami maksud dari pendidikan berkarakter. 2. Memahami penegrtian lingkungan pendidikan 3. Memahami keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan. 4. Mengerti keadaan pendidikan karakter di indonesia saat sekarang ini 5. Memahami peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Pendidikan Berkarakter Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen olehsoft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimanapendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaantersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dankomponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya. Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah. Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut: 1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; 2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; 3. Menunjukkan sikap percaya diri; 4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; 5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional; 6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif; 7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; 8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; 9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; 10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial; 11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; 12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia; 13. Menghargai karya seni dan budaya nasional; 14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; 15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; 16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; 17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat; 18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana; 19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana; 20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah; 21. Memiliki jiwa kewirausahaan. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut. 2. Pengertian lingkungan pendidikan. Lingkungan (environment) merupakan salah satu unsur/komponen pendidikan. Lingkungan itu bermacam-macam yang satu dengan yang lain saling pengaruh-mempengaruhi berdasarkan fungsinya masing-masing dan kelancaran proses dan hasil pendidikan. Menurut Ngalis Purwanto, ( 1984 :77) Lingkungan (environment) meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kita. Menurut Wasty Soemanto (1984:80) lingkungan mencakup segala material dan stimuli di dalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosial kultural. Kedua pendapat itu menjelaskan bahwa lingkungan yaitu semua yang mempengaruhi individu secara internal dan external. Dan lingkungan bagi individu adalah semua yang berasal daridalam diri(fisik dan psikis)dan diluar dirinya seperti alam fisika(non manusia) dan manusia. Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efesien dan efektif itulah yang disebut dengan lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Secara umum fungsi pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal. 3. Pengertian Keluarga, Sekolah dan Masyarakat Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu: a. Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama kalinya memperoleh pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan yang lain. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu: - pendidikan prenatal (pendidikan dalam kandungan) Merupakan pendidikan manusia dalam lingkungan keluarga di mulai dari manusia lahir hingga akhir hayatnya. Segala macam ilmu kehidupan yang diperoleh dari keluarga merupakan hasil dari proses pendidikan keluarga postnatal. Dari manusia lahir sudah diajari bagaimana caranya tengkurap, minum, makan, berjalan hingga tentang ilmu agama. - pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir) Merupakan pendidikan yang berlangsung selama anak belum lahir atau masih dalam kandungan. Pendidikan prenatal lebih dipengaruhi kepada kebudayaan lingkungan setempat Dalam kehidupan yang lebih modern sekarang ini, terdapat pula model pendidikan prenatal. Seperti mendengarkan lagu-lagu klasik selama anak masih dalam kandungan, melakukan pemerikasaan rutin ke dokter kandungan atau mengkonsumsi nutrisi yang baik bagi si jabang bayi adalah contoh-contoh pendidikan prenatal dalam kehidupan modern. Secara sederhana pendidikan prenatala dalam keluarga bertujuan untuk menjamin agar si jabang bayi sehat selama dalam kandungan hingga nanti pada akhirnya dapat terlahir dengan proses yang lancar dan selamat. Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi: - Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya. - Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak. - Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga. Keluarga merupakan lembaga pendidikan bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Disini peranan oang tua terutama ibu sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anak tersebut. Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga. Selain itu keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang yang mempunyai hubungan pertalian darah. Keluarga itu dapat berbentuk nucleus family ataupun keluarga yang dapat di perluas yaitu trdiri dari ayah, ibu, anak, kakek/nenek, paman/tante, adik/kakak, dan lain-lain. Bentuk seperti ini sangat banyak di temukan pada struktur masyarakat Indonesia. Ibu merupakan anggota keluarga yang paling berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak, namun pada akhirnya seluruha anggota keluarga ikut berinteraksi dengan anak, di samping factor iklim social, factor-faktor lain seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahan dan sebagainya. Ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak. Dengan kata lain tumbuh kembang anak di pengaruhi oleh seluruh situasi dan kondisi keluarga. Keluarga di kenal sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Prediket ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh keluarga dalam pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Pandangan seperti ini sangat logis dan mudah di pahami karena beberapa alas an berikut ini : 1. Keluarga merupakan pihak yang paling awal mmberikan banyak perlakuan kepada anak. 2. Sebagian besar waktu anak berada di lingkungan keluarga. 3. Karakteristik hubungan orang tua – anak berada dari hubungan anak dengan pihak-pihak lainnya ( guru, teman, dan sebagainya ). 4. Interaksi kehidupan orang tua- anak di rumah bersifat “asli”, seadanya dan tidak di buat-buat. Dari berbagia alasan yang dikemukakan itu menyebabkan fungsi dan peranan keluarga menjadi penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Karena itu tidaklah mengherankan kalau undang-undang sistin pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989 menyatakn dalm pasal 10. Ayat 4, bahwa kelurga merupakan bagian dari jalur pendidikan lur sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai-nilai moral dan keterampilan, kepda anak. Kelurga memberikan pengaruh yang kuat , langsung dan sangat dominan kepada anak, terutma dalam pembentukan perilaku, sikap, dan kebiasaan, penanaman nila-nilai, prilaku-prilaku dan sejenisnya, pengetahuan dan sebagainya. Sehubungan dengan hal ini Fuad Ichsan (1995 ) mengemukakan fungsi lembaga keluarga sebagai brikut: 1. Merupakan pengalaman prtama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan factor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan pribadinya. 2. Pendidikan di lingkungam keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang. 3. Di dalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral, keteladan orang tua di dalam bertutur kata dan berprilaku sehari-hari akan menjadi wahana pendidikan moral bagi anak dalam kelurga tersebut guna membentuk manusia susila. 4. Di adalm kelurga akan tumbuh sikpa tolong menolong, tengang rasa, sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera. 5. Keluarga merupakan lembaga yang memang berperan dalam meletakan dasra-dasar pendidikan agama. 6. Di dalam konteks membangun anak sebagai makhluk individu agar anak dapat mengembangkan dan menolo9ng dirinya sendiri, maka keluarga lebih cenderung untuk menciptakan kondisi yang dapat menumbuh-kembangkaninisiatif, kreatifitas, kehendak, emosi, tngung jawab, ketrampilan dan kegiatan lainnya. Seifert & Hoffnung 1991 menjelaskan enam kemungkinan cara yang harus di lakukan orang tua dalam mempengaruhi anak yakni sbb: 1. Pemodelan prilaku ( modeling of behaviors ), baik disengaja atau tidak, orang tua dengan sendirinya akan menjadi model bagi anak-anaknya. 2. Memberikan ganjaran dan hukuman ( giving reward and punishment ), yaitu orang tua mempengaruhi anaknya dengan cara member ganjaran terhadap prilaku-prilakunya yang positif, dan memberikan hukuman perilakunya yang tidak di inginkan. 3. Perintah langsung ( direct instruction ) memberi perintah secara sederhana. 4. Menyatakn peraturan-peraturan ( stating rulers ), yaitu membuat peaturan-peraturan umum yang berlaku secara umum walawpun secra tidak tertulis. 5. Nalar ( reasoning ),cara yang digunakan orang tua untuk mempenagruhi anaknya, dengan mempertanyakan kapasitas anak untuk bernalar. 6. Menyediakan fasilitas atau bahan dan dengan suasana yang menunjang. b. Lingkungan sekolah Karena perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin komplek, anak perlu persiapan khusus untuk mencapai masa dewasa. Persiapan ini perlu waktu, tempat dan proses yang khusus. Dengan demikian orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya sebagai pendidik. Lembaga ini disebut sekolah. Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi: - tanggung jawab formal kelembagaan - tanggung jawab keilmuan - tanggung jawab fungsional Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam ketrampilan. Karena jika ditilik dari sejarah perkembangan profesi guru, tugas mengajar sebenarnya adalah pelimpahan dari tugas orang tua karena tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap-sikap tertentu sesuai dengan perkembangan zaman. Fungsi Sekolah antara lain: 1. Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik. 2. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah. 3. Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan. 4. Di sekolah diberikan pelajaran etika , keagamaan, estetika, membedakan moral. 5. Memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya anak didik. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang di selengarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar dengan organisasi yang tersusun rapi, terencana, berjenjang dan berkesinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional, dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak untuk kehidupan masyarakat, sekolah juga sebagai produsendan pemberi jasa yang sangat erat hubungannya dengan pembangunan. Pembangunan tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa di dukungnya dengan manusia yang memiliki sumber daya yang berkualitas sebagai produk pendidikan. Karena itu sekolah perlu dirancang dengan baik, harus diupayakan sedemikian rupa agar mencerminkan masyarakat Indonesia dimasa depan, sehingga pesrta didik memperoleh peluang yang optimal dalam menyiapkan diri untuk melaksanakn peran sebagai individi, warga masyarakat, warga Negara dan warga dunia di masa depan. Sekolah di harapkan mampu melaksanakn fungsi pendidikan secara optimal, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional , maka pendidikan formal harus berfungsi: 1. Sekolah harus mampu menumbuh-kembangkan anak sebagai makhluk individu melalui pembekalan semua bidang studi. 2. Sekolah melalui teknik pengkajian bidang studi perlu mengembangkan sikap social, gaotong royong, toleransi, dan demokrasi dalm rangka menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk social. 3. Sekolah harus berfungsi sebagai pembinaan watak anak melalui bidang studi yang relevan sehingga akhirnya akan terbentuk manusia susila yang cakap yang mampu menampilkan dirinya sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakt. 4. Sekolah harus dapat menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk yang religious dan mampu menjadi pemeluk agama yang baik, taat, sholeh dan toleran. 5. Dalam konteks pembangunan social, pendidikan formal harus menghasilkan tenaga kerja yang berkualitasyang mampu mensejahterakan dirinya dan bersama orang lain mampu mensejahterakan masyrakat, bangsa, dan Negara. 6. Sekolah berfungsi konservatif, inovatf dan selektif dalammempertahankn kebudayuaan yang ada, melakukan pembaharuan, dan melayani perbedaan individu anak dalam proses pendidikan. Selain itu, sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu. Dari sisi lain, sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan kekurangannya, yang mencapai puncaknya dengan gagasan Ivan Illich untuk membebaskan masyarakat dari wajib sekolah dengan buku yang terkenal Bebas dari Sekolah. Meskipun gagasan itu belum dapat diwujudkannya, termasuk di negara Meksiko, namun kritik terhadap sekolah patut mendapat perhatian. Oleh karena itu, kajian ini terutama diarahkan kepada pencarian berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan dan fungsi sekolah untuk tantangan. Asumsi kajian ini adalah sekolah harus diupayakan sedemikian rupa agar mencerminkan suatu masyarakat Indonesia di masa depan itu, sehingga peserta didik memperoleh peluang yang optimal dalam menyiapkan diri untuk melaksanakannya peran itu. Oleh karena itu, sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia di masa depan. c. Lingkungan masyarakat Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan pendidikan selain pendidikan dari lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak sudah mulai lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Namun orng tua tidak melepas begitu saja, mereka tetap mengontrol perkembangan atau pendidikan yang didapatkannya. Karena pengaruh yang lebih luas di banding dengan lingkungan pendidikan yang lain. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Ada 5 pranata sosial (social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan sosial yaitu: - pranata pendidikan = bertugas dalam upaya sosialisasi - pranata ekonomi = bertugas mengatur upaya pemenuhan kemakmuran - pranata politik = bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat - pranata teknologi = bertugas menciptakan teknik untuk mempermudah manusia - pranata moral dan etika = bertugas mengurusi nilai dan penyikapan dalam pergaulan masyarakat Masyrakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Kaitan antara masyarakat dan pendidikandapat di tinjau dari beberapa segi yakni: 1. Masyarakat adalah sebagai penyelengar pendidikan, baik yang di lembagakan maupun yang tidak di lembagakn. 2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan atau kelompok social di masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif. 3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun dimanfaatkan. Dari ketiga kaitan antara masyarakat dan pendidikan tersebut, dapat di lihat peran yang telah disumbangkan dalam rangka tujuan pendidikan nasional yaitu ikut membantu menyelenggarakan pendidikan, mambantu pengadaan tenaga, biaya, prasarana dan sarana, menyediakan lapangan pekerjaan dan membantu mengembangkan profesi baik langsung maupun tidak langsung. Dalam pendidkan nasional hal semacam ini di sebut ‘ Pendidikan kemasyarakatan’ yaitu usaha sadar yang memberikan kemungkinan perkembangan social, cultural, keagamaan, kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa, keterampilan, keahlian/profesi yang dapat di manfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya. Terdapat sejumlah lembaga kemsyarkatan yang mempunyai fungsi dan peran edukatifyang besar antara lain, organisasi kepemudaan ( karang taruna, pramuka, dll ) organisasi keagamaan dan sebagainya. Secara kongkrit peran dan fungsi pendidikan kemasyarakatan dapat di kemukakan sebagai berikut: 1. Memberikan kemampuan professional untuk mengembangkan karier melalui kursus, seminar, konferensi, dan lainnya. 2. Memberikan kemampuan teknis akademik dalam suatu system pendidika nasional seperti sekolah terbuka, pendidikan melalui madia elektonik. 3. Ikut serta mengembangkan kemampuan kehidupan beragama melalui pendidkan agama di mesjid. 4. Mengembangkan kemampuankehidupan social budaya melalui benggel seni, teater, olahraga, dan sebagai nya. 5. Mengembangkan keahlian dan keterampilanmelalui system magang untuk menjdi ahli, serti ahli mesin. Agar peran lembaga social/pendidikan kemasyarakatan bisa mantap pertumbuhan dan perkembangannya, maka perlu di koordinasikan oleh pemerintah. Karena pendidikan kemasyarkatan perlu wahana yang amt besar artinya perkembangan individu dan masyarakat yang sedang membangun. 4. Keadaan pendidikan berkarakter di Indonesia Melihat keadaan moral anak bangsa Indonesia saat sekarang ini, sangat jauh dari norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Perkelahian antar pelajar, kasus video porno yang dibuat pelajar, pergaulan bebas, pemakaian narkoba di tingkat pelajar, serta prestasi yang menurun menjadi bukti nyata betapa bobroknya pendidikan di Indonesia terlebih pada konsep pendidikan berkarakter. Fenomena ganjil pun mulai muncul dalam pendidikan di Indonesia, disaat digadang- gadangkan pelaksanaan pendidikan berkarakter, malahan dilapangan terjadi perlombaan intelektual anak didik yang sangat sedikit mementingkan aspek karakter moral yang baik. Contohnya saja perlombaan matematika tingkat SMA sekota Padang, semua siswa yang memiliki kemampuan matematika dapat ikut untuk berlomba, dan tidak peduli apakah moral dan kepribadian siswa tersebut baik atau tidak. Contoh lain adalah pelaksananaan UN yang menitik beratkan kemampuan otak siswa, disini terlihat secara gamblang betapa aspek kepribadian terasingkan, sehingga yang terlihat adalah aspek intelkual saja. Dan terdapat berbagai jenis kegaiatan pendidikan yang tidak mementingkan aspek karakter. Lembaga pendidikan mampu mencetak lulusan yang hafal teori-teori pelajaran, pintar menjawab soal-soal pertanyaan, selembar surat tanda tamat belajar dengan nilai tinggi. Namun, mampukah mencetak manusia-manusia bermoral dan beriman, serta siap menghadapi tantangan, jujur, disiplin, bertanggungjawab dan lain sebagainya? Yang terjadi saat ini, pendidikan seakan menjadi persyaratan utama dalam segala hal. Mulai dari melamar kerja, jenjang karier sampai melamar wanita cenderung sebuah pertanyaan yang sering muncul tentang pendidikannya. Kenyataan, pendidikan hanya mencari nilai bukan ilmu, pendidikan hanya sebagai syarat bukan pengetahuan, maka ditempuh dengan berbagai macam cara untuk mewujudkannya. Akhirnya yang muncul lulusan-lulusan yang siap kerja tapi tidak bisa bekerja, siap naik karier tapi tidak mampu berpikir dan siap meraih prestasi tapi tidak dapat beradaptasi. Untuk itu, Indonesia sebagai negara yang siap maju, membutuhkan manusia-manusia berkarakter sesuai dengan kepribadian bangsa, negara dan agama. Salah satu upaya mewujudkannya adalah melalui pendidikan berkarakter. Pendidikan berkarakter diharapkan dapat mengimbangi hasil pendidikan dalam diri peserta didik. Sebenarnya pendidikan berkarakter telah lama berkembang seiring dengan pendidikan itu sendiri. Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Hanya saja aspek tertentu lebih diutamakan. Meskipun bisa dikatakan terlambat, Pemerintah Indonesia kembali mulai menerapkan Pendidikan Berbasis Karakter dengan menyelipkan ke dalam kurikulum pendidikan yang baru (baca: penyesuaian) sebagaimana tertuang dalam U.U.R.I No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II: “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” (Pasal 2) “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (Pasal 3) 5. Peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik. Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik . Berikut penjabaran hubungan antara lingkungan pendidikan dengan pendidikan berkarakter a. Hubungan keluarga dengan pendidikan berkarakter Seperti yang telah dijelaskan diawal materi tadi, keluarga mempunyai peran penting dalam menciptakan anak yang berkarakter. Karena dikeluarga anak akan mengenali lebih dahulu nilai-nilai kebaikan dan sopan santun, dikeluarga anak juga mendapatkan landasan kepercayaan yang sesuai dengan orang tua mereka. Seperti dalam alquran bahwa setiap anak yang lahir kemuka bumi ini seperti kertas putih yang belum ternoda, keluargalah yang akan memebrikan warna keatas kertas tersebut, apakah warnanya hitam, merah, jingga atau lainnya. Jikalau keluarga memandang enteng perkara perkembangan kepribadian anak, maka hingga periode perkembangan selanjutnya tidak akan berjalan dengan baik. Ibarat sebuah bangunan, pendidikan keluarga merupakan pondasi dari sebuah bangunan, jikalau pondasinya kokoh, maka bangunannya akan kokoh, jika kepribadian anak dikeluarga kokoh dan kuat, maka sifat yang akan dibangun selanjutnya menjadi lebih mudah dan kokoh pula. b. Hubungan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter Sekolah menjadi tempat bagi seorang anak untuk mencari ilmu yan tidak mereka dapatkan dikeluarga. Disekolah juga menjadi tempat untuk anak dapat menambah pergaulan mereka dan pengalaman mereka. Tidak hanya itu, sekolah juga bentuk kerja dari pemerintah untuk memajukan SDM yang ada. Hubungan sekolah dengan pendidikan berkarakter sangat jelas sekali. Karena disekolah para guru dapat memoles dan memperindah kepribadian yang telah dibentuk terlebih dahulu dalam keluarga. Namun sekolah juga bisa memperbaiki kepribadian yang buruk pada anak didik yang telah terbentuk terlebih dahulu dalam keluarga. Pada kenyataannya, sekolah telah keluar dari jalur tersebut, sekolah pada saat sekarang ini benyak melahirkan para pemikir dan ilmuwan yang tidak memiliki karaker bangsa yang baik. Pelaksanaan pembelajaran disekolah juga terpak pada SK dan KD yang telah ada sehingga pemodifikasian pembelajaran jarang terjadi. Dalam pendidikan berkarakter, sekolah harus menyisipkan nilai-nilai moral yang baik kedalam setiap mata pelajaran, contohnya pelajaran IPA yang mengenalkan tumbuh-tumbuhan. Lewat pelajaran ini sang guru harus mengaitkan pelajaran tumbuh-tumbuhan dengan kekuasaan Alloh dan peran manusia untuk menjaganya. Tenaga pendidik yang tidak mempunyai karakter yang baik juga menjadi penghalang terlaksananya pendidikan berkarakter di Indonesia. Selama ini guru hanya memandang tugasnya disekolah saja dan mentransfer ilmu yang mereka miliki tanpa memperhatikan tingkah laku mereka. Padahal seorang guru bertugas mendidik anaknya hingga menjadi seseorang yang berkarakter disamping memberikan ilmu pengetahuan yang berguna. Guru yang baik akan memberikan contoh yang baik pula pada anak didiknya dan begitu juga sebaliknya. c. Hubungan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan berkarater. Masyarakat sebagai elemen ketiga juga tidak bisa delupakan begitu saja, karena peserta didik akan menerapkan ilmu yang didapatkan dikeluarga dan sekolah ditengah masyarakat. Masyarakat yang bersikap apatis dan tidak peduli tentu akan memberi corak dan warna berbeda pada anak didik. Hal ini akan membuat kebimbangan dan kekacauan pada diri peserta didik. Namun jika masyarakat bersikap peduli dan memperhatikan perkembangan peserta didik, maka ini akan membuat peserta didik menjadi lebih mudah dalam menerapkan ilmunya. Selain itu, masyarakat juga bisa berperan dalam pengontrol kegiatan sosial bagi seorang peserta didik. d. Kerjasama ketiga elemen pendidikan dalam pengembangan pendidikan berkarakter Keluarga, sekolah dan masyarakat mempunyai peran tersendiri dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter, namun juga memiliki kerjasama yang kuat karena peserta didik berkembang didalam ketida unsur tersebut. Seperti diatas, peserta didik ibarat sebuah bangunan, bangunan terdiri dari pondasi, tiang dan dinding serta atap. Keluarga bertugas membentuk pondasi yang kuat dengan adonan ilmu-ilmu kebaikan dan religius, selanjutnya sekolah akan membangun tiang dan dinding bangunan dengan materi ilmu pengetahuan baru sehingga membuat indah bangunan tersebut, setelah itu tidak akan indah rasanya jika bangunan tanpa atap, masyarakatlah yang akan membuat atap bangunan dengan lingkungan dan situasi yang sesuai dengan bentuk dan model bangunan yang telah dirancang sebelumnya. Jikalau salah satu dari ketiga elemen tersebut tidak menjalankan tugas dengan baik, maka bangunan tidak akan menjadi sempurna. Contohnya, seorang anak yang berasal dari keluarga religius dan paham agama, disekolahkan ke sekolah yang memiliki mutu pendidika yang jauh dibawah rata-rata sekaligus hidup di lingkungan premanisme, maka kepribadian anak yang baik tadi tidak akan berkembang dan akan menghasilkan karakter yang berbeda. Begitu juga jika sekolah telah bekerja keras membentuk kepribadian anak namun keluarga tidak memperdulikannya, maka usaha-usaha sekolah tadi tidak akan berguan. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan pendidikan memiliki peran penting dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di indonesia. Lingkungan pun harus saling bekerja sama agar terbentuk karakter anak didik yang baik dan sesuai dengan falsafah pancasila. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kami. Lingkungan (environment) merupakan salah satu unsur/komponen pendidikan. Lingkungan itu bermacam-macam yang satu dengan yang lain saling pengaruh-mempengaruhi berdasarkan fungsinya masing-masing dan kelancaran proses dan hasil pendidikan. Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Melihat keadaan moral anak bangsa Indonesia saat sekarang ini, sangat jauh dari norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Perkelahian antar pelajar, kasus video porno yang dibuat pelajar, pergaulan bebas, pemakaian narkoba di tingkat pelajar, serta prestasi yang menurun menjadi bukti nyata betapa bobroknya pendidikan di Indonesia terlebih pada konsep pendidikan berkarakter. Lingkungan keluarga sangat berperan dalam pengembangan pendidikan berkarakter, karena melalui keluarga, karakter pertama kali dibentuk. Keluarga yang menanamkan nilai kebaikan maka akan mempermudah sekolah dan masyarakat mengembang karakter yang baik tersebut, namun begitupun sebaliknya. Lingkungan selanjunya adalah sekolah, disekolah menjadi titik sentral dalam pengembangan karakter, sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu saja, melainkan juga nilai-nilai kebaikan yang diselipkan dalam pelajaran sehari-hari. Masyarakat menjadi tempat para peserta didik untuk mengaplikasikan ilmu yang ia dapatkan disekolah, meskipun demikian masyarakat yang bersikap apatis tidak akan membantu peserta didik dalam mencari dan menemukan karakter ang bagus. Masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai pancasila juga akan merusak tatanan karakter yang telah terbentuk sebelumnya. Oleh larena itu, diperlukan kerjasa yang padu antara ke tiga elemen lingkungan pendidikan ini agar terlakasananya pendidikan berkarakter yang telah dicanangkan. Sehingga terbentuklah generasi penerus bangsa yang mampu melanjutkan tongkat estafet pemerintahan dan pembangunan dimasa yang akan datang B. Saran Pelaksanaan pendidikan berkarakter yang dicanangkan pemerintah saat ini masih lamban dan separuh hati, karena sistem pendidikan yang mengarah kepada ketangkasan intelektual dan pemahaman anak terhadap teori-teori ilmu pengetahuan, pelaksanaan UN juga menjadi penghalang terlaksananya pendidikan berkarakter. Perlu evaluasi kembali mengenai sistem ini, selain itu, keluarga juga harus memahami bahwa pendidikan tidak hanya dilaksanakan disekolah saja, namun pendidikan pertama sekali dilaksanakan dirumah. Dan karakter anak pertama kali ditanam dan ditegakkan dalam lingkungan keluarga. Guru sebgai tenaga pengajar juga harus memahami bahwa tugasnya tidak hanya memberikan ilmu melainkan juga menjadi contoh baik bagi peserta didiknya. Begitu juga dengan masyarakat, masyarakat harus memebrikan respon positif terhadap ilmu yang dilaksanakan oleh peserta didik. Masyarakat juga berperan sebgai pengontrol jika ada peserta didik yang melakukan tindakan yang melanggar norma yang ada. Dengan cara seperti ini, diharapakan program pendidikan berkarakter tidak hanya sebatas wacana, melainkan suatu strategi dalam dunia pendidikan. Memang memerlukan waktu yang lama, namun dimulai dari dini tentu akan membawa dampak positif untuk masa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud. Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, www.depdiknas.go.id Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya Idris,z. Jamal, l.1987.Dasar-dasar pendidikan.Bandung:Angkasa Tim Pembina Mata Kuliah Pengantar Pendidikan.2006. Bahan Ajar Pengantar Pendidikan. Padang:UNP Press Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://Kotabandarlampung.Com/2011/07/Pendidikan-Berkarakter-Pendidikan-Berbasis-Karakter/ pukul 20.50 wib Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://lenterakecil.com/pendidikan-berkarakter-sebuah-wacana/ pukul 21.10 wib Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://www.tribunnews.com/2011/12/10/guru-dan-pendidikan-berkarakter pukul 21.19 wib Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://arvineva.blogspot.com/2011/08/definisi-pendidikan-berkarakter.html pukul 22.00 wib

Peran IQ, EQ dan SQ pada Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IQ atau lebih dikenal dengan Intelektual Question merupakan bagian terpenting dalam individu seseorang. Intelektual membantu seseorang dalam menganalisa sesuatu, berfikir secara rasional dan melakukan secara maksimal. Intelektual sering kali menjadi tolak ukur dalam perencanaan program pembelajaran. EQ atau biasa disebut Emotional Question adalah bagian yang menjadi identitas kepribadian seseorang. Emosional yang terjaga baik dan tertata rapi juga akan menghasilkan pribadi yang baik dan berkualitas. Sehingga dalam pelaksanaan proses pembelajaran, emosional peserta didik sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. SQ atau Spiritual Question merupakan bagian terluar dari individu. Spiritual sering dikaitkan dengan nilai-nilai kepercayaan dan agama atau dalam Islam dikenal dengan Habluminalloh. Kepercayaan juga menjadi faktor penentu pelaksanaan pendidikan, karena setiap manusia memiliki kodrat untuk meyakini sebuah agama. Ketiga elemen diatas terlihat berbeda dan menganalisa bagian-bagai tertentu dalam individu, namun dalam proses pelaksanaan pembelajaran, ketiga elemen ini saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Tidak jarang ditemuka ditengah lapangan, para ilmuwan yang mempunyai pemikiran brilian, namun terkendala dalam emosinya sehingga sering mengalami gangguan kejiwaan. Banyak juga para ilmuan yang tidak mengenal agama, sehingga ilmu yang ia miliki digunakan pada tempat yang tidak semestinya. B. Batasan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah implementasi IQ, SQ, dan EQ dalam pembelajaran. C. Rumusan Masalah Ada beberapa pertanyaan yang menjadi akar dari makalah ini, diantaranya: 1. Bagaimanakah hubungan kerjasama anara IQ, SQ, dan EQ? 2. Bagaimanakah cara mengaktifkan radar emosi? 3. Apakah yang dimaksud dengan digitalisasi spiritual? 4. Bagaimanakah kaitannya dengan pendidikan? D. Tujuan Dengan makalah ini, maka penulis mengaharapkan tercapainya beberapa tujuan, diantaranya: 1. Mengetahui hubungan kerja anatara IQ, EQ dan SQ. 2. Memahami cara mengaktifkan radar emosi. 3. Memahami pengertian digitalisasi spiritual. 4. Memahami kaitannya dengan dunia pendidikan. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian IQ, EQ dan SQ serta hubungan kerja samanya. a. Kecerdasan Intelektual (IQ) Kecerdasan yang terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I Think“. Kecerdasan inilah yang paling banyak di dengar oleh kita. Kecerdasan ini dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Kecerdasan inilah yang jadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan, banyak orang berpikir, dengan IQ tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang cerah dalam hidupnya. Bahkan sistem pendidikan di negara kita inipun masih memandang bahwa IQ adalah modal dasar siswa atau mahasiswa untuk meraih keberhasilan. akan tetapi test tersebut juga tidak dapat secara mutlak dinyatakan sebagai salah satu identitas dirinya karena tingkat intelektual seseorang selalu dapat berubah berdasarkan usia mental dan usia kronologisnya. IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dan menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Jika IQ kita tinggi, kita memiliki modal yang sangat baik untuk lulus dari semua jenis ujian dengan gemilang, dan meraih nilai yang tinggi dalam uji IQ. b. Kecerdasan Emosional (EQ) Kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan untuk “mendengarkan” bisikan emosi, dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan. Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan Emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan “What I feel” Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional (EQ). Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat. Ya inilah kecerdasan yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan seseorang, Emotional Quotient atau EQ. EQ adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan didunia yang rumit, aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari. Dalam bahasa sehari-hari, EQ disebut sebagai akal sehat. c. Kecerdasan Spiritual (SQ) Kecerdasan ini pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. SQ juga bermakna kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Orang yang ber SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Manusia yang memiliki SQ tinggi cenderung akan lebih bertahan hidup dari pada orang yang ber SQ rendah. Banyak kejadian-kejadian bunuh diri karena masalah yang sepele, mereka yang demikian itu tidak bisa memberi makna yang positif sari setiap kejadian yang mereka alami dengan kata lain SQ atau kecerdasan spiritual mereka sangat rendah. Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan memahami sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaklnya di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi (dalam Sukidi). Ketidak puasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset yang panjang serta mendalam. Daniel Golman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional. Disamping itu Golman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut (dalam Danah Zohar dan Ian Marshal) Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. letak dari kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan EQ 80%. Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kamanusiaan tidak cukup hanya denga IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain. Kini tidak cukup orang dapat sukses berkarya hanya dengan kecerdasan rasional (yang bekerja dengan rumus dan logika kerja), melainkan orang perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggung jawab dan life skill lainnya. Perlunya mengembangkan kecerdasan spiritual agar ia merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya. Karena itu sesuai dengan pendapat Covey diatas bahwa “SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat membimbing kecerdasan lainnya”. Dalam penyelesaian masalah, maka ada 2 orientasi yang akan dilakukan setiap individu terkait dengan IQ, EQ, SQ Orientasi Materialisme 1. Ketika masalah muncul pada dimensi fisik, 2. Maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi (EQ), berupa kemarahan, kesedihan, kekesalan, atau ketakutan. 3. Akibatnya, suara hati ilahiah pada dimensi sepiritual (SQ) tidak bisa bekerja. Akhirnya aktifitas pada dimensi fisik akan bekerja tidak optimum bahkan tidak normal. Orientasi Sepiritualisme Tauhid 1. Ketika terjadi masalah pada dimensi fisik, 2. Maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi (EQ), namun karena aspek mental telah dilindungi oleh prinsip tauhid, maka emosi akan tetap tenang terkendali. 3. Akibatnya, suara hati ilahiah pada dimensi sepiritual (SQ) bekerja dengan normal. 2. Mengaktifkan Radar Emosi Dalam alqur’an surat An-Nas 1-6 menjelaskan bahwa manusia harus dan terus berlindung kepada Alloh agar tidak mudah terhasut oleh rayuan syetan yang akan membawa kepada kesesatan dan melakukan kejahatan. Ketika suatu permasalahan atau rangsangan muncul, maka otomatis radar emosi akan merespon, respon ini bisa berbentuk respon positif atau negatif. Tujuan pengendalian diri adalah menjaga posisi emosi pada daerah nol tau netral. Pada daerah ini, SQ akan bekerja secara maksimal dan optimal sehingga menghasilkan perilaku yang tenang. Artinya, apabila ada rangsangan datang dari luar berenergi -5, maka radar hati harus memberikan energi +5, sehingga radar emosi berada pada daerah nol. Seringkali kita menerima rangsangan dari luar sebesar -1, namun radar hati tidak sanggup mengatasinya dengan memberikan +1, maka dampak yang dihasilkan adalah perasaan galau, tidak tenang dan bertindak diluar kewajaran. Begitupun sebaliknya, jika datang rangsangan dari luar sebesar +2, namun radar hati tidak memberikan energi sebesar -2, maka akan timbul rasa ujub dan sombong, perasaan inipun dilarang oleh Alloh swt. Sebenarnya disaat hati tidak sanggup memebrikan energi yang sesuai dengan energi yang datang dari luar, maka disaat itu syetan melancarkan srateginya untuk mengelincirkan manusia. Ada beberapa tips agar rangsangan dari luar dapat diatasi oleh hati dengan seimbang sehingga mengahasilkan emsosi yang netral, diantaranya: 1. Saat marah, maka ucapkanlah istighfar. 2. Kehilangan dan sedih, maka ucapkanlah innalillahi wainna ilaihi roji’un. 3. Bahagia, maka ucapkanlah hamdalah 4. Disaat takut maka ucapkanlah Allohu Akbar 5. Kagum, maka ucapkanlah subhanalloh 6. Panik, maka ucapkanlah Laa hawlaa walaa quwwaata illa billah Ucapan ucapan diatas diyakini ampuh dalam mengatasi setiap tekanan dan energi sehingga dapat membawa keadaan dalam keadaaan normal. 3. Digitalisasi Spiritual Dalam Alqur’an surah Nuh ayat 15-18 dijelaskan bahwa manusia harus memperhatikan bumi ini, karena setiap waktu perubahan terus berlalu dan bumi ini akan mengarah kepada era digital. Semenjak ditemukannya bilangan binner 0 dan 1, maka semenjak itu perkembangan teknologi dan informasi berkembang pesat. Dampak perkembangan teknologi dan informasi ini mengandung sisi positif dan negatif, sisi positifnya tentu akan memudahkan kerja manusia, bayangkan dahulu disaat belum ada alat telekomunikasi, hubungan jarak jauh hanya bisa lewat surat sehingga memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal. Namun sekarang, melalui Hp yang bisa dibawa kemana-mana, kerabat yang jauh disana dapat dipanggil dengan mudah dan waktu yang singkat. Sisi negatifnya juga tidak kala besar, banyak manusia yang mulai meninggalkan nilai-nilai spiritual sehingga didalam dirinya hanya dunia dan materi. Manusia berfikir seolah-olah dengan semua keperluannya dapat terpenuhi dengan teknologi yang ada. Padahal manusia memiliki dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani mungkin dapat dipenuhi dengan teknologi tadi, namun tidak demikian dengan rohani. Rohani memerlukan nilai-nilai spiritual yang tidak bisadipenuhi oleh teknologi melainkan oleh pelajaran-pelajaran agama. Kesuksesan dewasa ini bukan lagi didefinisikan sebagai ‘berada di puncak tujuan’, melainkan ‘proses perjalanan menuju puncak tujuan.’ Ibarat mendaki puncak gunung yang memakan waktu 5 jam, jika selama mendaki kita tak pernah merasakan kenikmatannya, maka hanya saat berada di puncak gunung itulah (max satu jam) kita merasakan kesuksesan pendakian. Lain halnya jika selama 5 jam pendakian kita menikmati pemandangan alam, merasakan lika-liku perjalanan dan merasakan kekompakan tim, maka sepanjang pendakian itulah kesuksesan kita. Managing Partner sebuah biro hukum di Amerika serikat dikenal sebagai orang yang sangat sukses dan kaya raya. Namun begitu, ketika usianya menginjak 50 tahun, ia merasa sesuatu telah menggerogoti hidupnya. Ia memandang dirinya tak lebih sebagai budak waktu, yang hanya bekerja untuk memenuhi tuntutan para mitra dan kliennya. Keberhasilan baginya adalah sebuah ‘penjara’. Banyak orang sukses lain telah berhasil meraih sasaran yang telah mereka tetapkan sendiri di usia 30-40an. Namun begitu mereka memandang ke depan, mereka seolah kehilangan orientasi sasaran. Mereka seperti merasa kering, seperti merasa ada kepingan yang menghilang dari dirinya. Banyak orang yang merasa sudah mencapai cita-cita dan mencapai puncak kesuksesan, baik materi maupun karier/jabatan, tetapi kemudian merasakan “HAMPA dan KOSONG”. Mereka lalu menyadari bahwa mereka telah menaiki tangga yang keliru, justru setelah mencapai puncak tangga tertingginya! Pada akhirnya mereka baru sadar bahwa uang, harta, kehormatan, harga diri atau kedudukan, bukanlah sesuatu yang mereka cari selama ini. Manusia-manusia sukses tersebut tentu saja merupakan orang yang sangat bermanfaat secara sosial dan ekonomi bagi perusahaannya. Namun begitu, mereka kehilangan makna spiritual bagi dirinya. Spiritual Illness atau spiritual patology ini sering menjangkiti manusia modern. Contohnya presdir Hyundai, yang memilih bunuh diri dengan meloncat dari gedung pencakar langit. David Kellerman, Direktur keuangan Fredie Mac, juga diduga bunuh diri setelah perusahaan pembiayaan perumahan terbesar di AS itu mengalami kebangkrutan. 4. Hubungan IQ, EQ dan SQ dengan dunia pendidikan. Pada awalnya, orang beranggapan bahwa pendidikan hanya memerlukan kualitas IQ tanpa aa peran bearti dari EQ da SQ. Namun melihat perkembangannya, pendidikan yang mengutamakan IQ semata, akan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang tidak memiliki hati dan mengukur segala sesuatu dengan materi. Selain itu, ilmuwan tersebut tidak mengenal nilai-nilai kebanaran sehingga menggunakan ilmu yang dimilikinya untuk kejahatan dan menguntungkan dirinya sendiri. Namun semenjak ditemukan penyebabnya, maka para pakar pendidikan percaya bahwa ada bagian yang lebih penting untuk mengontrol IQ agar digunakan pada tempat yang semestinya. Bagian itu adalah EQ dan SQ. Seperti yang telah dijelaskan diatas, EQ dan SQ berusaha menjaga agar IQ dapat bekerja pada jalur kebaikan. Bagi para calon pendidik ataupun pendidik, dalam melakukan pembelajaran disekolah harus memperhatikan aspek EQ dan SQ nya. Jangan hanya memperhatikan IQ semata. Diharapkan dengan mengajarkan cara mengaktifkan EQ dan mengajarkan nilai-nilai SQ, maka akan menghasilkan para ilmuwan yang mengerti nilai kebaikan dan menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk kebiakan bersama. Tidak hanya pendidik, keluarga terutama orang tua juga harus mengajar anak pada ketiga dimensi diatas, jangan memaksakan anak mendapatkan nilai bagus namun menghalalkan segala cara. Bagi lingkungan pun juga harus demikian, lingkungan jangan mengagumi orang-orang yang memiliki ilmuwan tinggi namun dangkal iman dan taqwa. Pemerintah harus membuat kurikulum dan sistem pendidikan yang akan mengembangkan ke tiga dimensi diatas. Dengan kerjasama tersebut, diharapkan pendidikan yang dilaksanakan benar-benar menghasilkan ilmuwan yang beriman dan bertaqwa. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan dan menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Jika IQ kita tinggi, kita memiliki modal yang sangat baik untuk lulus dari semua jenis ujian dengan gemilang, dan meraih nilai yang tinggi dalam uji IQ. EQ adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan didunia yang rumit, aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari. Dalam bahasa sehari-hari, EQ disebut sebagai akal sehat. Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. letak dari kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan EQ 80%. Ketika suatu permasalahan atau rangsangan muncul, maka otomatis radar emosi akan merespon, respon ini bisa berbentuk respon positif atau negatif. Tujuan pengendalian diri adalah menjaga posisi emosi pada daerah nol tau netral. Pada daerah ini, SQ akan bekerja secara maksimal dan optimal sehingga menghasilkan perilaku yang tenang. Artinya, apabila ada rangsangan datang dari luar berenergi -5, maka radar hati harus memberikan energi +5, sehingga radar emosi berada pada daerah nol. Seringkali kita menerima rangsangan dari luar sebesar -1, namun radar hati tidak sanggup mengatasinya dengan memberikan +1, maka dampak yang dihasilkan adalah perasaan galau, tidak tenang dan bertindak diluar kewajaran. Begitupun sebaliknya, jika datang rangsangan dari luar sebesar +2, namun radar hati tidak memberikan energi sebesar -2, maka akan timbul rasa ujub dan sombong, perasaan inipun dilarang oleh Alloh swt. Sebenarnya disaat hati tidak sanggup memebrikan energi yang sesuai dengan energi yang datang dari luar, maka disaat itu syetan melancarkan srateginya untuk mengelincirkan manusia. Dalam Alqur’an surah Nuh ayat 15-18 dijelaskan bahwa manusia harus memperhatikan bumi ini, karena setiap waktu perubahan terus berlalu dan bumi ini akan mengarah kepada era digital. Semenjak ditemukannya bilangan binner 0 dan 1, maka semenjak itu perkembangan teknologi dan informasi berkembang pesat. Dampak perkembangan teknologi dan informasi ini mengandung sisi positif dan negatif, sisi positifnya tentu akan memudahkan kerja manusia, bayangkan dahulu disaat belum ada alat telekomunikasi, hubungan jarak jauh hanya bisa lewat surat sehingga memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal. Namun sekarang, melalui Hp yang bisa dibawa kemana-mana, kerabat yang jauh disana dapat dipanggil dengan mudah dan waktu yang singkat. Sisi negatifnya juga tidak kala besar, banyak manusia yang mulai meninggalkan nilai-nilai spiritual sehingga didalam dirinya hanya dunia dan materi. Manusia berfikir seolah-olah dengan semua keperluannya dapat terpenuhi dengan teknologi yang ada. Bagi para calon pendidik ataupun pendidik, dalam melakukan pembelajaran disekolah harus memperhatikan aspek EQ dan SQ nya. keluarga terutama orang tua juga harus mengajar anak pada ketiga dimensi diatas, jangan memaksakan anak mendapatkan nilai bagus namun menghalalkan segala cara. Bagi lingkungan pun juga harus demikian, lingkungan jangan mengagumi orang-orang yang memiliki ilmuwan tinggi namun dangkal iman dan taqwa. Pemerintah harus membuat kurikulum dan sistem pendidikan yang akan mengembangkan ke tiga dimensi diatas. Dengan kerjasama tersebut, diharapkan pendidikan yang dilaksanakan benar-benar menghasilkan ilmuwan yang beriman dan bertaqwa. B. Saran Pendidikan yang mementingkan ketiga dimensi IQ, SQ dan EQ tentu akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik dari segi ilum, iman maupun sosial. Indonesia sendiri telah mencanangkan pendidikan berkarakter, pendidikan berkarakter sendiri jelas sekali mengacu kepada pengaktifak unsur IQ, EQ dan SQ dalam diri peserta didik. Namun, pada dunia pendidikan saat sekarang ini, meskipun wacana itu telah bergulir, pelaksanaan dilapangan tidak begitu berjalan secara optimal. Maka diharapkan, setelah memahami betapa pentingnya unsur-unsur ini, maka pelaksanaan pendidikan berkarakter dapan terlaksana dengan baik DAFTAR PUSTAKA Aliasar, Prof.Dr.H.MSc, dkk .2008.Bahan Ajar Pedagogik.Padang Diambil pada tanggal 10 Maret 2012 dari http://edukasi.kompasiana.com/2010/07/21/iq-eq-sq-dan-aq/ pada jam 10.20 wib Diambil pada tanggal 10 Maret 2012 dari http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/hubungan-antar-sq-eq-dan-iq/ pada jam 10.30 wib Diambil pada tanggal 10 Maret 2012 dari http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/kecerdasan-emosi-emotional-question_05.html pada jam 10.35 wib Diambil pada tanggal 10 Maret 2012 dari http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1963794-pentingnya-mengelola-emotional-question/#ixzz1ogF0wbEP pada jam 10.40 wib

Jumat, 13 Januari 2012

Daftar Nama Kecamatan Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota Padang Sumatera Barat

Daftar Nama Kecamatan Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota Padang Sumatera Barat


1. Kecamatan Bungus Teluk Kabung
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Bungus Barat (Kodepos : 25237)
- Kelurahan/Desa Bungus Selatan (Kodepos : 25237)
- Kelurahan/Desa Bungus Timur (Kodepos : 25237)
- Kelurahan/Desa Teluk Kabung Selatan (Kodepos : 25237)
- Kelurahan/Desa Teluk Kabung Tengah (Kodepos : 25237)
- Kelurahan/Desa Teluk Kabung Utara (Kodepos : 25237)

2. Kecamatan Koto Tangah
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Koto Tangah di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Balai Gadang (Kodepos : 25171)
- Kelurahan/Desa Batipuh Panjang (Kodepos : 25171)
- Kelurahan/Desa Bungo Pasang (Kodepos : 25171)
- Kelurahan/Desa Koto Pulai (Kodepos : 25171)
- Kelurahan/Desa Parupuk Tabing (Kodepos : 25171)
- Kelurahan/Desa Pasir/Pasie Nan Tigo (Kodepos : 25171)
- Kelurahan/Desa Batang Kabung (K Ganting) (Kodepos : 25172)
- Kelurahan/Desa Lubuk Buaya (Kodepos : 25173)
- Kelurahan/Desa Padang Sarai (Kodepos : 25173)
- Kelurahan/Desa Koto Panjang Ikua Koto (Kodepos : 25175)
- Kelurahan/Desa Lubuk Minturun (Kodepos : 25175)
- Kelurahan/Desa Air Pacah (Kodepos : 25176)
- Kelurahan/Desa Dadok Tunggul Hitam (Kodepos : 25176)

3. Kecamatan Kuranji
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Kuranji di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Anduring (Kodepos : 25151)
- Kelurahan/Desa Pasar Ambacang (Kodepos : 25152)
- Kelurahan/Desa Lubuk Lintah (Kodepos : 25153)
- Kelurahan/Desa Ampang (Kodepos : 25154)
- Kelurahan/Desa Kalumbuk (Kodepos : 25155)
- Kelurahan/Desa Korong Gadang (Kodepos : 25156)
- Kelurahan/Desa Kuranji (Kodepos : 25157)
- Kelurahan/Desa Gunung Sarik (Kodepos : 25158)
- Kelurahan/Desa Sei/Sungai Sapih (Kodepos : 25159)

4. Kecamatan Lubuk Begalung
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Lubuk Begalung di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Gurun Laweh/Lawas (Kodepos : 25221)
- Kelurahan/Desa Lubuk Begalung (Kodepos : 25221)
- Kelurahan/Desa Banuaran (Kodepos : 25222)
- Kelurahan/Desa Tanjung Aur/Tanjuang Aua (Kodepos : 25222)
- Kelurahan/Desa Batang Taba Nan XX (Kodepos : 25223)
- Kelurahan/Desa Parak Laweh Pulau Air Nan XX (Kodepos : 25223)
- Kelurahan/Desa Pitameh Tanjung Saba Nan XX (Kodepos : 25224)
- Kelurahan/Desa Tanah Sirah Piai Nan XX (Kodepos : 25224)
- Kelurahan/Desa Cengkeh/Cangkeh Nan XX (Kodepos : 25225)
- Kelurahan/Desa Kampung Baru Nan XX (Kodepos : 25225)
- Kelurahan/Desa Kampung Jua Nan XX (Kodepos : 25225)
- Kelurahan/Desa Pagambiran Ampulu (Pangambiran Ampalu) Nan XX (Kodepos : 25226)
- Kelurahan/Desa Gates Nan XX (Kodepos : 25227)
- Kelurahan/Desa Koto Baru (Kodepos : 25227)
- Kelurahan/Desa Pampangan Nan XX (Kodepos : 25227)

5. Kecamatan Lubuk Kilangan
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Lubuk Kilangan di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Bandar Buat (Banda Buek) (Kodepos : 25231)
- Kelurahan/Desa Koto Lalang (Kodepos : 25232)
- Kelurahan/Desa Padang Besi (Kodepos : 25233)
- Kelurahan/Desa Tarantang (Kodepos : 25234)
- Kelurahan/Desa Beringin/Baringin (Kodepos : 25235)
- Kelurahan/Desa Batu Gadang (Kodepos : 25236)
- Kelurahan/Desa Indarung (Kodepos : 25237)

6. Kecamatan Nanggalo
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Nanggalo di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Kampung Lapai (Kodepos : 25142)
- Kelurahan/Desa Kampung Olo (Kodepos : 25143)
- Kelurahan/Desa Tabing Banda Gadang (Kodepos : 25144)
- Kelurahan/Desa Gurun Lawas/Laweh (Kodepos : 25145)
- Kelurahan/Desa Surau Gadang (Kodepos : 25146)
- Kelurahan/Desa Kurao Pagang (Kodepos : 25147)

7. Kecamatan Padang Barat
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Padang Barat di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Rimbo Kaluang (Kodepos : 25111)
- Kelurahan/Desa Kampung Jao (Kodepos : 25112)
- Kelurahan/Desa Padang Pasir (Kodepos : 25112)
- Kelurahan/Desa Flamboyan (Plamboyan Baru) (Kodepos : 25114)
- Kelurahan/Desa Ujung Gurun (Kodepos : 25114)
- Kelurahan/Desa Purus (Kodepos : 25115)
- Kelurahan/Desa Olo (Kodepos : 25117)
- Kelurahan/Desa Belakang Tangsi (Kodepos : 25118)
- Kelurahan/Desa Berok Nipah (Kodepos : 25118)
- Kelurahan/Desa Kampung Pondok (Kodepos : 25119)

8. Kecamatan Padang Selatan
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Padang Selatan di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Alang Laweh (Kodepos : 25211)
- Kelurahan/Desa Belakang Pondok (Kodepos : 25211)
- Kelurahan/Desa Ranah Parak Rumbio (Kodepos : 25212)
- Kelurahan/Desa Pasar Gadang (Kodepos : 25213)
- Kelurahan/Desa Seberang Padang (Kodepos : 25214)
- Kelurahan/Desa Batang Arau (Kodepos : 25215)
- Kelurahan/Desa Bukik/Bukit Gado-gado (Kodepos : 25215)
- Kelurahan/Desa Seberang Palinggam (Kodepos : 25215)
- Kelurahan/Desa Mato/Mata Air (Kodepos : 25216)
- Kelurahan/Desa Rawang (Kodepos : 25216)
- Kelurahan/Desa Air Manis (Aia Manih) (Kodepos : 25217)
- Kelurahan/Desa Teluk Bayur/Taluak Bayua (Kodepos : 25217)

9. Kecamatan Padang Timur
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Padang Timur di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Sawahan (Kodepos : 25121)
- Kelurahan/Desa Sawahan Timur (Kodepos : 25121)
- Kelurahan/Desa Ganting Parak Gadang (Kodepos : 25122)
- Kelurahan/Desa Parak Gadang Timur (Kodepos : 25123)
- Kelurahan/Desa Simpang Haru (Kodepos : 25123)
- Kelurahan/Desa Kubu Marapalam (Kodepos : 25125)
- Kelurahan/Desa Andalas (Kodepos : 25126)
- Kelurahan/Desa Kubu Parak Karakah (Dalam) (Kodepos : 25126)
- Kelurahan/Desa Jati (Kodepos : 25129)
- Kelurahan/Desa Jati Baru (Kodepos : 25129)

10. Kecamatan Padang Utara
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Padang Utara di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Air Tawar Barat (Kodepos : 25132)
- Kelurahan/Desa Air Tawar Timur (Kodepos : 25132)
- Kelurahan/Desa Ulak Karang Utara (Kodepos : 25133)
- Kelurahan/Desa Ulak Karang Selatan (Kodepos : 25134)
- Kelurahan/Desa Lolong Belanti (Kodepos : 25136)
- Kelurahan/Desa Gunung Pangilun (Kodepos : 25137)
- Kelurahan/Desa Alai Parak Kopi (Kodepos : 25139)

11. Kecamatan Pauh
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Pauh di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) :
- Kelurahan/Desa Binuang Kampung Dalam (Kodepos : 25161)
- Kelurahan/Desa Pisang (Kodepos : 25161)
- Kelurahan/Desa Cupak Tangah (Kodepos : 25162)
- Kelurahan/Desa Piai Tangah (Kodepos : 25162)
- Kelurahan/Desa Kepala/Kapalo Koto (Kodepos : 25163)
- Kelurahan/Desa Limau Manis Selatan (Kodepos : 25163)
- Kelurahan/Desa Koto Luar (Kodepos : 25164)
- Kelurahan/Desa Limau Manis (Kodepos : 25166)
- Kelurahan/Desa Lambung Bukit/Bukik (Kodepos : 25168)

Sabtu, 24 Desember 2011

Harau jo Adiak-Adiak Tacinto! Slideshow Slideshow

Harau jo Adiak-Adiak Tacinto! Slideshow Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Harau jo Adiak-Adiak Tacinto! Slideshow Slideshow ★ untuk Padang. Slideshow perjalanan gratis yang menakjubkan di TripAdvisor

Kamis, 22 Desember 2011

20 Tanya Jawab Rasulullah Dengan Iblis

Allah SWT telah memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis supaya dia menghadap Rasulullah saw untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disukai maupun yang dibencinya. Hikmatnya ialah untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai peringatan dan perisai kepada umat manusia.

Maka Malaikat itu pun berjumpa Iblis dan berkata, “Hai Iblis! Bahwa Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar memberi perintah untuk menghadap Rasullullah saw. Hendaklah engkau buka segala rahasiamu dan apapun yang ditanya Rasulullah hendaklah engkau jawab dengan sebenar-benarnya. Jikalau engkau berdusta walau satu perkataan pun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu, serta disiksa dengan azab yang amat keras.”
Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan. Maka segeralah dia menghadap Rasulullah SAW dengan menyamar sebagai seorang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai, panjangnya seperti ekor lembu.

Iblis pun memberi salam, sehingga 3 kali tidak juga dijawab oleh Rasulullah saw. Maka sambut Iblis (alaihi laknat),
“Ya Rasulullah! Mengapa engkau tidak mejawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?” Maka jawab Nabi dengan marah, “Hai Aduwullah seteru Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Janganlah mencoba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam a.s sehingga keluar dari syurga, Habil mati teraniaya dibunuh Qabil dengan sebab hasutanmu, Nabi Ayub engkau tiup dengan asap beracun ketika dia sedang sujud sembahyang hingga dia sengsara beberapa lama, kisah Nabi Daud dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.
Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wajalla, cuma salammu saja aku tidak hendak menjawabnya karena diharamkan Allah. Maka aku kenal baik-baik engkaulah Iblis, raja segala iblis, syaitan dan jin yang menyamar diri. Apa kehendakmu datang menemuiku?”
Taklimat Iblis, “Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Karena engkau adalah Khatamul Anbiya maka dapat mengenaliku. Kedatanganku adalah diperintah Allah untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam hingga akhir zaman. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, tiadalah aku berani menyembunyikannya.”

Maka Iblis pun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata, “Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatah pun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu.”
Apabila mendengar sumpah Iblis itu, Nabi pun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah satu peluangku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar oleh sekalian sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai kepada seluruh umatku.

Pertanyaan Nabi (1):
“Hai Iblis! Siapakah sebesar-besar musuhmu dan bagaimana aku terhadapmu?”
Jawab Iblis:
“Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara segala musuhku di muka bumi ini.”
Maka Nabi pun memandang muka Iblis, dan Iblis pun menggeletar karena ketakutan. Sambung Iblis, “Ya Khatamul Anbiya! Ada pun aku dapat merubah diriku seperti sekalian manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suara pun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah.

Kiranya aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu. Aku cabut iktikad / niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu jugalah aku berusaha menarik mereka kepada kafir, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku.”

Pertanyaan Nabi (2):
“Hai Iblis! Bagaimana perbuatanmu kepada makhluk Allah?”
Jawab Iblis:
“Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, terbuai dengan makan minum, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda daripada emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan haram.
Demikian juga ketika pesta yang bercampur antara lelaki dan perempuan. Disana aku lepaskan sebesar-besar godaan supaya hilang peraturan dan minum arak. Apabila terminum arak itu maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga kepada pekerjaan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.

Apabila mereka teringat akan salah mereka lalu hendak bertaubat atau berbuat amal ibadat, aku akan rayu mereka supaya mereka menangguhkannya. Bertambah keras aku goda supaya menambahkan maksiat dan mengambil isteri orang. Bila kena goda hatinya, datanglah rasa ria, takabur, megah, sombong dan melengahkan amalnya. Bila pada lidahnya, mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat.”

Pertanyaan Nabi (3):
“Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambahkan laknat yang besar serta siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?”
Jawab Iblis:
“Semuanya itu adalah anugerah daripada Allah Yang Maha Besar juga. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa Diriku telah beribu-ribu tahun menjadi ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke satu langit yang tinggi. Kemudian Aku tinggal di dunia ini beribadat bersama sekalian Malaikat beberapa waktu lamanya.

Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan lelaki (Nabi Adam) lalu dititahkan seluruh Malaikat memberi hormat kepada lelaki itu, kecuali aku yang ingkar. Oleh karena itu Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu bertukar menjadi keji dan kelam. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di syurga dan dikurniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.

Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah Khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itu pun aku masih tidak puas hati dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga Hari Kiamat.
Sebelum Engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia serta tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadat serta balasan pahala dan syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia, dan memberitahu manusia yang lain daripada apa yang sebenarnya aku dapatkan, dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid’ah dan carut-marut.

Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak dibenarkan oleh Allah untuk naik ke langit serta mencuri rahasia, kerana banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku berkeras juga hendak naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tenteraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu. Maka besarlah kesusahanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut.”

Pertanyaan Nabi (4):
“Hai Iblis! Apakah yang pertama engkau tipu dari manusia?”
Jawab Iblis:
“Pertama sekali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir juga ada dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, aku akan tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikut kemauan jalanku”

Pertanyaan Nabi (5):
“Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, bagaimana keadaanmu?”
Jawab Iblis:
“Sebesar-besarnya kesusahanku. Gementarlah badanku dan lemah tulang sendiku. Maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda seorang manusia, pada setiap anggota badannya.

Setengah-setengahnya datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, terlupa bilangan rakaatnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, sentiasa hendak cepat habis sholatnya, hilang khusyuknya – matanya sentiasa menjeling ke kiri kanan, telinganya senantiasa mendengar orang bercakap serta bunyi-bunyi yang lain. Setengah Iblis duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya dia tidak kuasa sujud berlama-lama, penat atau duduk tahiyat dan dalam hatinya senantiasa hendak cepat habis sholatnya, itu semua membawa kepada kurangnya pahala. Jika para Iblis itu tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan seberat-berat hukuman.”

Pertanyaan Nabi (6):
“Jika umatku membaca Al-Quran karena Allah, bagaimana perasaanmu?”
Jawab Iblis:
“Jika mereka membaca Al-Quran karena Allah, maka rasa terbakarlah tubuhku, putus-putus segala uratku lalu aku lari daripadanya.”

Pertanyaan Nabi (7):
“Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?”
Jawab Iblis:
“Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya.”

Pertanyaan Nabi (8):
“Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?”
Jawab Iblis:
“Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya kepadaku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan pahala yang amat besar serta tidak dicatatkan dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam mendoakan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemuliaan orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu syurga dibuka seluas-luasnya, serta dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam syurga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasa.”

Pertanyaan Nabi (9):
“Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?”
Jawab Iblis:
“Seluruh sahabatmu juga adalah sebesar – besar seteruku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satu tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata: “Seluruh sahabatku adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk.”

Saidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a’zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Tambahan pula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Saiyidatina Aisyah yang juga banyak menghafadz Hadits-haditsmu.
Saidina Umar Al-Khattab pula tidaklah berani aku pandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah segala tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan, “Jikalau adanya Nabi sesudah aku maka Umar boleh menggantikan aku”, karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar ‘Al-Faruq’.

Saidina Usman Al-Affan lagi, aku tidak bisa bertemu, karena lidahnya senantiasa bergerak membaca Al-Quran. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak dua kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang melawat dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan, “Barang siapa menulis Bismillahir rahmanir rahim pada kitab atau kertas-kertas dengan dakwat merah, nescaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid.”

Saidina Ali Abi Talib pun itu aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadat serta beliau adalah golongan orang pertama memeluk agama Islam dan tidak pernah menundukkan kepalanya kepada sebarang berhala. Bergelar ‘Ali Karamullahu Wajhahu’ – dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga ‘Harimau Allah’ dan engkau sendiri berkata, “Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya.” Tambahan pula dia menjadi menantumu, semakin aku ngeri kepadanya.”

Pertanyaan Nabi (10):
“Bagaimana tipu daya engkau kepada umatku?”
Jawab Iblis:
“Umatmu itu ada tiga macam. Yang pertama seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah serta meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril a.s, “Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat.” Yang kedua umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal soleh, tawakal dan kebajikan. Yang ketiga umatmu seperti Firaun; terlampau tamak dengan harta dunia serta dihilangkan amal akhirat. Maka akupun bersukacita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku hela ke mana saja mengikuti kehendakku. Jadi dia senantiasa bimbang kepada dunia dan tidak hendak menuntut ilmu, tiada masa beramal ibadat, tidak hendak mengeluarkan zakat, miskin hendak beribadat.

Lalu aku goda agar minta kaya dulu, dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka dilupakan beramal, tidak berzakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia senantiasa bimbang akan hartanya dan setengahnya asyik hendak merebut dunia harta, bercakap besar sesama Islam, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk jalan maksiat, tempat judi dan perempuan lacur.”

Pertanyaan Nabi (11):
“Siapa yang serupa dengan engkau?”
Jawab Iblis:
“Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang belajar agama Islam.”

Pertanyaan Nabi (12):
“Siapa yang mencahayakan muka engkau?”
Jawab Iblis:
“Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu, pemungkir janji.”

Pertanyaan Nabi (13):
“Apakah rahasia engkau kepada umatku?”
Jawab Iblis:
“Jika seorang Islam pergi buang air besar serta tidak membaca doa pelindung syaitan, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari.”

Pertanyaan Nabi (14):
“Jika umatku bersatu dengan isterinya, bagaimana hal engkau?”
Jawab Iblis:
“Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya serta membaca doa pelindung syaitan, maka larilah aku dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya, dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak maka anak itu akan gemar kepada pekerjaan maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku yang dahulu makan daripadanya. Walaupun mereka makan, tiadalah merasa kenyang.”

Pertanyaan Nabi (15):
“Dengan jalan apa dapat menolak tipu daya engkau?”
Jawab Iblis:
“Jika dia berbuat dosa, maka dia kembali bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah segeralah mengambil air wudhu’, maka padamlah marahnya.”

Pertanyaan Nabi (16):
“Siapakah orang yang paling engkau lebih sukai?”
Jawab Iblis:
Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu.”

Pertanyaan Nabi (17):
“Hai Iblis! Siapakah saudara engkau?”
Jawab Iblis:
“Orang yang tidur meniarap / telungkup, orang yang matanya terbuka (mendusin) di waktu subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian jua pada waktu zuhur, asar, maghrib dan isya’, aku beratkan hatinya untuk sholat.”

Pertanyaan Nabi (18):
“Apakah jalan yang membinasakan diri engkau?”
Jawab Iblis:
“Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Quran dan sholat tengah malam.”

Pertanyaan Nabi (19):
“Hai Iblis! Apakah yang memecahkan mata engkau?”
Jawab Iblis:
“Orang yang duduk di dalam masjid serta beriktikaf di dalamnya”

Pertanyaan Nabi (20):
“Apa lagi yang memecahkan mata engkau?”
Jawab Iblis:
“Orang yang taat kepada kedua ibu bapanya, mendengar kata mereka, membantu makan pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda,’Syurga itu di bawah tapak kaki ibu’”

Senin, 19 Desember 2011

PERAN FILSAFAT PANCASILA DALAM PENDIDIKAN BERKARAKTER

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia yang ada dimuka bumi ini, karena melalui pendidikan maka manusia akan bisa melakukan perubahan dari masa ke masa. Didalam dunia pendidikan, pelaksanaan pendidikan bisa dilalui oleh tiga cara, yang pertama adalah pendidikan informal. Pendidikan ini merupakan pendidikan dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Karena pendidikan informal telah mulai dirasakan saat manusia baru lahir kemuka bumi, dengan makna lain, pendidikan informal merupakan pendidikan yang diadakan dirumah tangga.
Yang kedua adalah pendidikan formal, pendidikan yang didapat oleh manusia melalui sistem yang terencana dan mempunyai payung hukum. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diadakan oleh pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsanya. Dan yang terakhir adalah pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang dilakukan didalam lingkungan masyarakat, pendidikan ini akan berjalan sendirinya selama manusia hidup bersosialisasi dilingkungannya. Ketiga jenis pendidikan ini saling berjalan dan berakitan erat pada waktu tertentu.
Dalam pendidikan tentu mengenal kata filsafat. Ya, filsafat merupakan bidang yang mengakaji pendidikan secara konseptual dan akan diaplikasikan dalam bidang ilmu lainnya. Kebanyakan filsafat berfungsi kepada tatacara, landasan, dasar dan peraturan dalam dunia pendidikan. Di Negara Indonesia sendiri telah mengenal filsafat sejak lama. Banyak lahir karya-karya yang telah mengubah bentuk dan tatanan Negara ini, saalah satunya adalah pancasila. Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia yang selalu menjadi patokan kemana bangsa ini akan berjalan. Hampir semua aspek berkaitan dengan pancasila. Mulai dari tatanan hidup, tatanan kenegaraan, peraturan yang ada, serta pendidikan.



B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil pokok permasalahan dalam pembuatan makalah ini adalah peran pancasila dalam mengembangkan pendidikan berkarakter di Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Pendidikan berkarakter memang menjadi sorotan di Negara Indonesia. Mengapa tidak? Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka nilai-nilai moral dan cirri khas etnik timur akan terkikis, dan salah satu jalan agar hal tersebut tidak terjadi adalah melaksanakan pendidikan berkarakter. Adapun beberapa permasalahan yang timbul adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apakah yang dimaksud dengan pancasila?
3. Apakah yang dimaksud denga pendidikan berkarakter?
4. Bagaimanakah bentuk corat marut moral anak bangsa?
5. Bagaimanakah hubungan antara pancasila dengan pendidikan di Indonesia?
6. Sejauh mana pemahaman para lingkungan pendidikan terhadap nilai-nilai pancasila?
7. Bagaimanakah pelaksanaan nilai-nilai pancasila dalam pendidikan berkarakter di Negara Indonesia?

D. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah bagaimana mengenalkan kepada masyarkat dan warga pendidikan bahwa Negara Indonesia sangat membutuhkan pendidikan berkarakter, dan yang menjadi landasannya adalah pancasila. Namun tujuan lainnya adalah
1. Mengetahui keadaan karakter anak bangsa saat sekarang ini
2. Memahami hubungan pancasila dengan pendidikan berkarakter dinegara Indonesia
3. Memahami sejauh mana pemahaman para lingkungan pendidikan mengerti akan pancasila sebagai falsafah pendidikan
4. Bagaimanakah pelaksanaan nilai-nilai pancasila dalam pendidikan berkarakter di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
1. Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
3. Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
4. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
5. Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
6. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
a. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
c. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
d. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
7. Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
8. Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
9. Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
10. Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
11. Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
12. Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
13. Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
14. Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

B. Pengertian Pancasila
Arti Pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta brahmana). sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta , memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca : yang artinya lima, syila : vokal i pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal i panjang artinya peraturan tingkah laku yang baik atau penting.
Kata kata tersebut kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. oleh karena itu secara etimologi kata “pancasila” yang dimaksud adalah istilah “pancasyila” dengan vokal i yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. adapun istilah “pancasyiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna “lima aturan tingkah laku yang penting”
Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India. ajaran budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu merupakan ajaran moral untuk mencapai surga. ajaran pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya. adapun isi lengkap larangan itu adalah :Panatipada veramani sikhapadam samadiyani, artinya “jangan mencabut nyawa makhlum hidup” atau dilarang membunuh.
Dinna dana veramani shikapadam samadiyani, artinya “jangan mengambil barang yang tidak diberikan.” maksudnya dilarang mencuri. Kameshu micchacara veramani shikapadam samadiyani, artinya jangan berbuat zina. Musawada veramani shikapadam samadiyani, artinya jangan berkata bohong atau dilarang berdusta. Sura merayu masjja pamada tikana veramani, artinya janganlah minum-minuman yang memabukkan.
Nilai nilai pancasila secara intrinsik bersifat filosofis, dan di dalam kehidupan masyarakat indonesia nilai pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup (pandangan hidup). nilai dan fungsi filsafat pancasila telah ada jauh sebelum indonesia merdeka. hal ini dibuktikan dengan sejarah majapahit (1293). pada waktu itu hindu dan budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu prapanca menulis “negara kertagama” (1365). dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “pancasila” empu tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang di dalamnya memuat seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. bahkan salah satu kerajaan yang menjadi kekuasaannya yaitu pasai jutru telah memeluk agama islam.
Sumpah palapa yang diucapkan Mahapatih Gadjah mada dalam sidang ratu dan para menteri di pasebahan keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalau gurun, seram, tanjungpura, Haru, pahang, Dempo, Bali, Sunda, palembang, tumasik telah dikalahkan”. (Yamin ; 1960:60)
Dalam kehidupan bangsa indonesia diakui bahwa nilai pancasila adalah pandangan hidup (filsafat hidup) yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. nilai pancasila dianggap sebagai nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa, karenanya nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.
Sebagai ajaran filsafat, pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakiki rakyat indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan yang kemudian juga dijadikan fundamental kenegaraan yaitu negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. demikian pula asas kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia dan seterusnya dimana nilai nilai tersebut secara bulat dan utuh mencerminkan asa kekeluargaan, cinta sesama dan cinta keadilan.
berdasarkan asa-asa fundamental ini, maka disarikan pokok-pokok ajaran filsafat pancasila menurut Lapasila IKIP Malang (yang saat ini menjadi Universitas Malang) sebagai berikut :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Budinurani manusia
3. Kebenaran
4. Kebenaran dan keadilan
5. Kebenaran dan keadilan bagi bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya pancasila tetap tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang susunan sila-silanya sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
C. Pengertian Pendidikan Berkarater
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggarisbawahi lima hal dasar yang menjadi tujuan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter. Gerakan tersebut diharapkan menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kelima hal dasar tersebut adalah: pertama, manusia Indonesia harus bermoral, berahlak, dan berperilaku baik. Oleh karena itu masyarakat diimbau menjadi masyarakat religius yang anti kekerasan.
Kedua, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional. Berpengetahuan dan memiliki daya nalar tinggi.
Ketiga, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang inovatif dan mengejar kemajuan serta bekerja keras mengubah keadaan. "Negara tak akan berubah kalau kita tak mengubahnya," kata Yudhoyono saat menyampaikan sambutan dalam Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), Jumat (20/5/2011) malam, di Hall D Pekan Raya Jakarta, Kemayoran.
Keempat, memperkuat semangat harus bisa. Seberat apapun masalah yang dihadapi jawabannya selalu ada.
Kelima, manusia Indonesia harus menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa dan negara serta tanah airnya.
Yudhoyono sangat berharap pendidikan karakter yang ditanamkan sejak dini akan berdampak positif pada tahun-tahun mendatang, dengan muncul dan lahirnya manusia Indonesia yang unggul. Dengan demikian, Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya.
"Kita ingin 10, 20, 30 tahun lagi atau 100 tahun ke depan akan muncul dan lahir manusia Indonesia yang unggul. Mengapa Indonesia memerlukan manusia yang unggul? Tidakkah kita sebagai bangsa ingin dan bertekad di abad 21 menjadi negara maju," papar Presiden.


D. Persoalan karakter anak bangsa.
Berbicara soal karakter, tentu tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki nilai budi pekerti yang luhur, mematuhi norma-norma yang ada, dan memiliki sopan santun yang tinggi. Namun itu hanya catatan sejarah indah masa lalu Indonesia, sekarang Indonesia berada diambang globalisasi, dimana jarak tidak lagi membatasi seseorang dalam memperoleh informasi. Zaman dimana semuanya dapat diperoleh dengan mudah tanpa harus bekerja keras.
Perubahan globalisasi ini tidak hanya membawa dampak positif bagi Indonesia, tetapi juga membawa dampak negatif. Dampak negatif yang jelas terlihat dari globalisasi ini adalah pergeseran nilai-nilai norma yang telah ada. Seperti diketahui, bangsa barat memiliki nilai-nilai yang bertolak belakang dengan bangsa ini, tentu dengar adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat budaya yang ada pada bangsa barat dengan mudah didapat oleh bangsa Indonesia terutama kawula muda. Meskipun kawula muda hanya sebagian dari penduduk Indonesia, namun kawula muda memiliki peran penting dalam perkembangan bangsa ini dimasa yang akan datang. Jika ingin meramal keadaan bangsa dimasa yang akan datang, maka dapat dilihat dari keadaan para kawula muda dimasa sekarang.
Karakter bangsa pada saat sekarang ini jauh dari yang diharapkan, para pelajar tidak lagi mengetahui norma-norma yang berlaku serta adab sopan santu orang timur. Banyak fenomena yang terjadi ditengah masyarakat pada saat sekarang ini yng menunjukkan betapa rendahnya moral anak bangsa. Dibawah ini ada beberapa contoh mrat marutnya moral anak bangsa,
1. Tawuran, 1 Siswi SMK Lawan 6 Siswa Lelaki
Dilaporkan pada hari Selasa, 18 Oktober 2011, 17:16 WIB dari VIVAnews.com bahwa Seorang siswi SMK Penerbangan, diamankan petugas karena terlibat aksi tawuran di kawasan Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur, Selasa 18 Oktober 2011. Tidak tanggung-tanggung, dia nyaris terlibat baku hantam dengan 6 pelajar laki-laki dari SMK Bakti Jakarta.


2. Dini Hari, 2 Tawuran Terjadi di Jakarta dan Depok
Diambil dari detiknews.com pada hari Minggu dini hari, Jakarta diwarnai dengan tawuran antar-remaja yang terjadi Jl Raya Pedongkelan, Jakarta Timur. Selain itu di wilayah Cimanggis, Depok juga terjadi tawuran. Berkat kesigapan aparat kepolisian, kedua tawuran tersebut berhasil ditangani dan tidak meluas.
Dua tawuran yang terjadi hampir secara bersamaan tersebut belum diketahui apakah menimbulkan korban atau tidak. Polisi juga masih mendalami motif dari kedua tawuran itu.

3. Rebutan Cewek, Pelajar 2 SMA Tawuran
Pada hari Sabtu, 15 Oktober 2011 19:00 wib di MOJOKERTO Gara-gara rebutan cewek, sejumlah pelajar di Kota Mojokerto, Jawa Timur, terlibat tawuran. Akibatnya, seorang pelajar terluka karena dikeroyok pelajar lainya. Beruntung polisi segera datang ke lokasi dan mengamankan beberapa pelajar yang terlibat.
Peristiwa ini terjadi di sebuah lapangan di Jalan Jeruk Bali, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Sabtu siang. Mereka yang terlibat berasal dari SMA 1 Kota Mojokerto dan SMA Universitas Mayjen Sungkono.
4. Tawuran Pelajar Pecah di Depan Kejagung
Diambil dari okezone.com pada hari Jum'at, 22 Oktober 2010 19:04 wib di JAKARTA Tawuran antarpelajar kembali terjadi di Jakarta. Kali ini pelajar SMA 70 dengan SMK Penerbangan.
Mereka terlibat tawuran usai pulang sekolah. Dua kubu pelajar ini terlibat aksi lempar batu dan pecahan botol. Di antara mereka tampak saling kejar sambil membawa alat pemukul dari potongan kayu dan bambu.



5. Pelajar Tawuran di Kampung Melayu, Kaca Angkot Kena Lemparan Batu
Dimabil dari detiknews.com di Jakarta terjadi Aksi tawuran antarpelajar memanas di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Para pelajar saling 'perang' batu hingga mengakibatkan kaca angkutan kota (angkot) pecah.

Tawuran yang melibatkan puluhan pelajar dari dua sekolah ini terjadi pada Rabu (5/10/2011) sekitar pukul 13.30 WIB.
Dalam aksi tersebut, metromini yang disopiri Ridwan dan tengah terparkir di depan rumah makan terkena lemparan batu pada kaca bagian belakang.
Peristiwa diatas adalah contoh kecil betapa masih rendahnya karakter anak bangsa di Indonesia. Dan hampir setiap hari pemberitaan mengenai tawuran, minuman keras, narkoba, prostitusi menghiasi layar kaca televisi.

E. Hubungan pancasila dengan pendidikan di Indonesia
Pancasila sebagai sistem filsafat bisa dilihat dari pendekatan ontologis, epistemologis, maupun aksiologis. Diktat “Filsafat Pancasila” (Mien Danumihardja, 2011) menyebutkan secara ontologis berdasar pada pemikiran tentang negara, bangsa, masyarakat, dan manusia. Secara epistemologis berdasar sebagai suatu pengetahuan intern struktur logis dan konsisten implementasinya. Secara aksiologis bedasar pada yang terkandung di dalamnya, hirarki dan struktur nilai, di dalamnya konsep etika yang terkandung.
Dasar ontologis Pancasila sebagai sistem filsafat bisa diinterpretasi bahwa adanya negara perlu dukungan warga negara. Kualitas negara sangat bergantung pada kualitas warga negara. Kualitas warga negara sangat erat berkaitan dengan pendidikan. Hubungan ini juga menjadi timbal-balik, karena landasan pendidikan haruslah mengacu pada landasan negara. Esensi landasan negara harus benar-benar memperkuat landasan pendidikan untuk mencapai tujuan bersama adanya keserasian hubungan antara negara dengan warga negara.
Dasar epistemologis Pancasila sebagai sistem filsafat adalah Pancasila merupakan sumber pengetahuan, sistem pengetahuan, dasar kebenaran pengetahuan, dan cara mendapatkan pengetahuan. Unsur-unsur tersebut amat berguna untuk memperkokoh landasan pendidikan. Hal tersebut bisa dikaitkan dengan pendidikan sebagai sebuah studi yang lebih berorientasi pada penelitian (inquiry oriented) dan pendidikan sebagai sebuah praktik. Filsafat Pancasila akan berguna untuk menunjang kedua ranah pendidikan tersebut.
Dasar epistemologis Pancasila sebagai sitem filsafat adalah Pancasila sebagai hakikat nilai, sumber nilai, dan struktur nilai. Sebagai dasar filsafat negara, penjabarannya diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan dan aspek normatif lainnya. Aplikasinya dalam berbagai bidang dan berbagai kebijaksanaan dalam setiap program, termasuk bidang pendidikan.
Kontribusi filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan bisa pula dilihat secara das sein (fakta sebagaimana adanya) dan das sollen (bagaimana yang diinginkan dan seharusnya). Sila-sila dalam Pancasila merupakan realitas yang tumbuh subur berabad-abad di bumi nusantara. Aspek ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial dipetik dari bumi Indonesia sendiri, yang menjadi ruh landasan bernegara dan bermasyarakat. Pemeliharaan aspek-aspek tesebut selama berabad-abad merupakan bidang pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang makin memperkokoh landasan bernegara. Fakta semacam ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena das sein tersebut secara nyata telah menjadi acuan landasan bernegara.
Secara das sollen, jika dikaitkan dengan pendidikan, bisa dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dua kalimat tersebut bukan hanya mencerminkan pentingnya pendidikan, tetapi juga menjadi landasan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Memajukan kesejahteraan umum sangat berhubungan dengan hasil pendidikan. Mencerdaskan kehidupan bangsa diperoleh dari proses pendidikan yang berkualitas. Demikian pula, dua kalimat itu juga menjadi landasan, dasar dan inspirasi bagaimana pendidikan seharusnya diselenggarakan.
Filsafat Pancasila erat pula kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan. Pancasila bukan hanya sebagai ideologi negara dan dasar negara. Lebih dari itu adalah sebagai pandangan hidup bangsa dan kepribadian bangsa. Faktor-faktor tersebut akan memeperkokoh identitas nasional. Das sein dan das sollen dalam Pancasila sebagai sistem filsafat mengungkapkan bagaimana mencerdaskan kehidupan bangsa dan menggambarkan bagaimana membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Demokrasi Pancasila menegaskan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai makhluk masyarakat, negara dan masyarakat bangsa ( Arbi, 1998 ). Orientasi hidup kita adalah hidup kemanusiaan yang mempunyai ciri - ciri tertentu. Ciri - ciri kemanusiaan yang kelihatan dari Pancasila ialah integral etis dan religius ( Soeyatni Poeposwardoyo, 1989 ). Filsafat pendidikan Pancasilamengimplikasikan ciri - ciri tersebut.
Integral
Kemanusiaan yang diajarkan oleh Pancasila adalah kemanusiaan yang integral, yakni mengakui manusia seutuhnya. Manusia diakui sebagai suatu keutuhan jiwa dan raga, keutuhan antara manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Kedua hal itu sebenarnya adalah dua sisi dari satu realitas tentang manusia. Hakekat manusia yang seperti inilah yang merupakan hakekat subjek didik.
Etis
Pancasila Merupakan Kualifikasi etis. Pancasila mengakui keunikan subjektivitas manusia, ini berarti menjungjung tinggi kebebasan, namun tidak dari segalanya seperti liberalisme. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab.
Religius
Sila pertama pancasila menegaskan bahwa religius melekat pada hakekat manusia, maka pandangan kemanusiaan Pancasila adalah faham kemanusiaan religius. Religius menunjukan kecendrungan dasar dan potensi itu.
Pancasila mengakui Tuhan sebagai pencipta serta sumberkeberadaan dan menghargai religius dalam masyarakat sebagai yang bermakna. Kebebasan agama adalah satu hak yang paling asasi diantara hak - hak asasi manusia, karena kebebasan agama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan agama bukan pemberian negara atau pemberian perorangan atau golongan. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk agama tertentu.
F. Pemahaman lingkungan pendidikan terhadap pancasila
Dalam dunia pendidiakn dikenal tripusat pendidikan, yaitunya tiga pusat pendidikan, mereka diantaranyan adalah:
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang yang mempunyai hubungan pertalian darah. Keluarga itu dapat berbentuk nucleus family ataupun keluarga yang dapat di perluas yaitu trdiri dari ayah, ibu, anak, kakek/nenek, paman/tante, adik/kakak, dan lain-lain. Bentuk seperti ini sangat banyak di temukan pada struktur masyarakat Indonesia.
Ibu merupakan anggota keluarga yang paling berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak, namun pada akhirnya seluruha anggota keluarga ikut berinteraksi dengan anak, di samping factor iklim social, factor-faktor lain seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahan dan sebagainya. Ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak. Dengan kata lain tumbuh kembang anak di pengaruhi oleh seluruh situasi dan kondisi keluarga.
2. Lingkungan Sekolah
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang di selengarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar dengan organisasi yang tersusun rapi, terencana, berjenjang dan berkesinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional, dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur.
3. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikanyang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang.
Dari ketiga kaitan antara masyarakat dan pendidikan tersebut, dapat di lihat peran yang telah disumbangkan dalam rangka tujuan pendidikan nasional yaitu ikut membantu menyelenggarakan pendidikan, mambantu pengadaan tenaga, biaya, prasarana dan sarana, menyediakan lapangan pekerjaan dan membantu mengembangkan profesi baik langsung maupun tidak langsung.
Dalam pendidkan nasional hal semacam ini di sebut ‘ Pendidikan kemasyarakatan’ yaitu usaha sadar yang memberikan kemungkinan perkembangan social, cultural, keagamaan, kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa, keterampilan, keahlian/profesi yang dapat di manfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya. Terdapat sejumlah lembaga kemsyarkatan yang mempunyai fungsi dan peran edukatifyang besar antara lain, organisasi kepemudaan ( karang taruna, pramuka, dll ) organisasi keagamaan dan sebagainya.
Secara kongkrit peran dan fungsi pendidan kemasyarakatan dapat di kemukakan sebagai berikut:
1. Memberikan kemampuan professional untuk mengembangkan karier melalui kursus, seminar, konferensi, dan lainnya.
2. Memberikan kemampuan teknis akademik dalam suatu system pendidika nasional seperti sekolah terbuka, pendidikan melalui madia elektonik.
3. Ikut serta mengembangkan kemampuan kehidupan beragama melalui pendidkan agama di mesjid.
4. Mengembangkan kemampuankehidupan social budaya melalui benggel seni, teater, olahraga, dan sebagai nya.
5. Mengembangkan keahlian dan keterampilanmelalui system magang untuk menjdi ahli, serti ahli mesin.
Agar peran lembaga social/pendidikan kemasyarakatan bisa mantap pertumbuhan dan perkembangannya, maka perlu di koordinasikan oleh pemerintah. Karena pendidikan kemasyarkatan perlu wahana yang amt besar artinya perkembangan individu dan masyarakat yang sedang membangun.
Ketiga pusat lingkungan pendidikan diatas memberikan andil dalam pendidikan di manapun berada. Sekarang dalam kenyataannya, apakah mereka telah memahami masing-masing nilai pancasila? Tentu saja masih jauh dari harapan, selain pancasila yang masih bersfat kontekstual sehingga menyulitkan masyarakat dalam memahaminya, publikasi dari nilai-nilai pancasila juga kurang dilakukan.

G. Pelaksanaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pendidikan Berkarakter
Sebagai warga dalam pendidikan, baik itu guru, keluarga maupun masyarakat harus memahami nilai-nilai pancasila sehingga mampu menerapkan dalam praktek belajar kepada anak didiknya.
Jika dilihat dari ulasan point F tadi, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam pemahaman pancasila saja warga pendidikan telah susah, terlebih lagi dalam pelaksanaannya, tentu para pendidik tidak mengetahui apa yang akan diberikan kepada anak didiknya. Dibawah ini beberapa point yang harus dilakukan oleh pendidik dalam melaksanakan nilai-nilai pancasila.
1. Harus memahami nilai-nilai pancasila tersebut.
2. Menjadikan pancasila sebagai aturan hukum dalam kehidupan setelah alquran dan sunnah.
3. Memberikan contoh pelaksanaan nilai-nilai pendidikan kepada peserta didik dengan baik.
Dengan melaksanakan tiga point diatas, diharapkan cita-cita bangsa yang ingin melaksanakan pendidikan berkarakter sesuai falsafah pancasila akan terwujud. Karena bagaimanapun juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang setiap waktu, sehingga tidak mungkin rasanya menghambat perkembangan itu, sehingga satu-satunya jalan dalam menerapkan pendidikan berkarakter adalah dengan melaksanakan point-point diatas.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
A filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
Arti Pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta brahmana). sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta , memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca : yang artinya lima, syila : vokal i pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal i panjang artinya peraturan tingkah laku yang baik atau penting.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008),
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.
Karakter bangsa pada saat sekarang ini jauh dari yang diharapkan, para pelajar tidak lagi mengetahui norma-norma yang berlaku serta adab sopan santu orang timur. Banyak fenomena yang terjadi ditengah masyarakat pada saat sekarang ini yng menunjukkan betapa rendahnya moral anak bangsa.
Kontribusi filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan bisa pula dilihat secara das sein (fakta sebagaimana adanya) dan das sollen (bagaimana yang diinginkan dan seharusnya). Sila-sila dalam Pancasila merupakan realitas yang tumbuh subur berabad-abad di bumi nusantara. Aspek ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial dipetik dari bumi Indonesia sendiri, yang menjadi ruh landasan bernegara dan bermasyarakat. Pemeliharaan aspek-aspek tesebut selama berabad-abad merupakan bidang pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang makin memperkokoh landasan bernegara. Fakta semacam ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena das sein tersebut secara nyata telah menjadi acuan landasan bernegara.
Dalam dunia pendidiakn dikenal tripusat pendidikan, yaitunya tiga pusat pendidikan, mereka diantaranyan adalah:
1. Lingkungan Keluarga
2. Lingkungan Sekolah
3. Lingkungan Masyarakat
Sebagai warga dalam pendidikan, baik itu guru, keluarga maupun masyarakat harus memahami nilai-nilai pancasila sehingga mampu menerapkan dalam praktek belajar kepada anak didiknya.
Jika dilihat dari ulasan point F tadi, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam pemahaman pancasila saja warga pendidikan telah susah, terlebih lagi dalam pelaksanaannya, tentu para pendidik tidak mengetahui apa yang akan diberikan kepada anak didiknya.

B. Saran
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat dan tidak dapat lagi dibendung. Perkembangan iptek ibarat pisau silet yang memiliki dua mata sisi yang tajam, disatu sisi memiliki dampak positif yaitu mampu membawa peradaban kearah yang lebih baik, namun disisi lain membawa efek negative, yaitunya perpaduan kebudayaan yang berbeda.
Indonesia dikenal memiliki budaya timur yang elok dan baik, namun harus terkikis oleh kebudayaan barat yang menjunjung tinggi budaya liberal dan sekuler. Satu-satunya jalan dalam menanggulangi permasalah ini adalah dengan memberikan karakter pada setiap anak bangsa agar dapat memfilter diri dari budaya yang tidak baik.
Indonesia yang memiliki falsafah pancasila tentunya melandaskan pendidikan pada pancasila, namun hal tersebut kurang terlaksana pada dilapangan. Hal tersebut dikarenakan pancasila yang masih bersifat konstektual sehingga membuat para pendidik sukar dalam memahami makna yang tersirat didalamnya. Permasalahan ini tidak terlepas dari peran pemerintah untuk mempublikasikan nilai-nilai pancasila kepada masyarakat umum agar mengerti akan nilai pancasila tersebut. Pancasila saja tidak cukup menjadikan bangsa ini berkarakter, perlu nilai lain seperti nilai islam dan nilai kebudayaan bangsa dalam membantu pembentukan karakter bangsa ini.

















DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya.
Diambil pada tanggal 18 Desember 2011 dari
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.htmlIstilah
Betrand Russel.2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang (alih Bahasa Sigit jatmiko, dkk ) . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Danumihardja, Mintarsih. 2011. Filsafat Pancasila (Diktat Perkuliahan).
Ismaun.2007. Filsafat Administrasi Pendidikan(Serahan Perkuliahan ). Bandung : UPI
Ismaun.2007. Kapita Selekta Filsafat Administrasi Pendidikan (Serahan Perkuliahan). Bandung : UPI
Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka