Senin, 16 April 2012

Pendidikan Berkarakter

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan berkarakter merupakan wacana yang baru terdengar dihadapan publik, padahal wacana ini telah bergulir jauh semenjak kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam perjalanannya, pendidikan berkarakter merupakan jalan untuk memperbaiki moral anak bangsa yang telah jauh dari norma-norma yang ada dan falsafah yang terkandung dalam pancasila. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah agar pelaksanaan pendidikan berkarakter dapat berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Namun yang diharapkan tidak kunjung membuahkan hasil, malahan moral anak bangsa semakin menurun seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Disini penulis melihat bahwa sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia telah baik dan bagus, namun ada beberapa elemen penting yang membuat pendidikan berkarakter tidak berjalan maksimal. Elemen tersebut adalah lingkungan pendidikan, tiga buah unsur dari pendidikan yaitu keluarga, masayarakat dan sekolah. Perlu ditelaah lebih dalam mengapa tiga elemen ini memberi andil yang cukup besar dalam pendidikan berkarakter di Indonesia. Lewat karya ilmiah ini, penulis akan memaparkan seberapa penting peranan lingkungan pendidikan dalam pendidikan berkarakter di Indonesia. B. Batasan masalah Permasalahan yang akan diangkat pada dalam karya ilmiah ini adalah peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia. C. Rumusan masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa poin pertnyaaan, diantaranya: 1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan berkarakter? 2. Apakah yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan? 3. Apakah yang dimaksud dengan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam lingkungan pendidikan? 4. Bagaimanakah keadaan pendidikan berkarakter di Indonesia saat sekarang ini? 5. Bagaimanakah peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia? D. Tujuan Tujuan dalam pembuatan karya ilmiah ini dapat ditemukan dari rumusan masalah diatas, diantaranya: 1. Memahami maksud dari pendidikan berkarakter. 2. Memahami penegrtian lingkungan pendidikan 3. Memahami keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan. 4. Mengerti keadaan pendidikan karakter di indonesia saat sekarang ini 5. Memahami peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Pendidikan Berkarakter Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen olehsoft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimanapendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaantersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dankomponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya. Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah. Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut: 1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; 2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; 3. Menunjukkan sikap percaya diri; 4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; 5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional; 6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif; 7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; 8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; 9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; 10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial; 11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; 12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia; 13. Menghargai karya seni dan budaya nasional; 14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; 15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; 16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; 17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat; 18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana; 19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana; 20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah; 21. Memiliki jiwa kewirausahaan. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut. 2. Pengertian lingkungan pendidikan. Lingkungan (environment) merupakan salah satu unsur/komponen pendidikan. Lingkungan itu bermacam-macam yang satu dengan yang lain saling pengaruh-mempengaruhi berdasarkan fungsinya masing-masing dan kelancaran proses dan hasil pendidikan. Menurut Ngalis Purwanto, ( 1984 :77) Lingkungan (environment) meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kita. Menurut Wasty Soemanto (1984:80) lingkungan mencakup segala material dan stimuli di dalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosial kultural. Kedua pendapat itu menjelaskan bahwa lingkungan yaitu semua yang mempengaruhi individu secara internal dan external. Dan lingkungan bagi individu adalah semua yang berasal daridalam diri(fisik dan psikis)dan diluar dirinya seperti alam fisika(non manusia) dan manusia. Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efesien dan efektif itulah yang disebut dengan lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Secara umum fungsi pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal. 3. Pengertian Keluarga, Sekolah dan Masyarakat Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu: a. Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama kalinya memperoleh pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan yang lain. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu: - pendidikan prenatal (pendidikan dalam kandungan) Merupakan pendidikan manusia dalam lingkungan keluarga di mulai dari manusia lahir hingga akhir hayatnya. Segala macam ilmu kehidupan yang diperoleh dari keluarga merupakan hasil dari proses pendidikan keluarga postnatal. Dari manusia lahir sudah diajari bagaimana caranya tengkurap, minum, makan, berjalan hingga tentang ilmu agama. - pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir) Merupakan pendidikan yang berlangsung selama anak belum lahir atau masih dalam kandungan. Pendidikan prenatal lebih dipengaruhi kepada kebudayaan lingkungan setempat Dalam kehidupan yang lebih modern sekarang ini, terdapat pula model pendidikan prenatal. Seperti mendengarkan lagu-lagu klasik selama anak masih dalam kandungan, melakukan pemerikasaan rutin ke dokter kandungan atau mengkonsumsi nutrisi yang baik bagi si jabang bayi adalah contoh-contoh pendidikan prenatal dalam kehidupan modern. Secara sederhana pendidikan prenatala dalam keluarga bertujuan untuk menjamin agar si jabang bayi sehat selama dalam kandungan hingga nanti pada akhirnya dapat terlahir dengan proses yang lancar dan selamat. Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi: - Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya. - Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak. - Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga. Keluarga merupakan lembaga pendidikan bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Disini peranan oang tua terutama ibu sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anak tersebut. Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga. Selain itu keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang yang mempunyai hubungan pertalian darah. Keluarga itu dapat berbentuk nucleus family ataupun keluarga yang dapat di perluas yaitu trdiri dari ayah, ibu, anak, kakek/nenek, paman/tante, adik/kakak, dan lain-lain. Bentuk seperti ini sangat banyak di temukan pada struktur masyarakat Indonesia. Ibu merupakan anggota keluarga yang paling berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak, namun pada akhirnya seluruha anggota keluarga ikut berinteraksi dengan anak, di samping factor iklim social, factor-faktor lain seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahan dan sebagainya. Ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak. Dengan kata lain tumbuh kembang anak di pengaruhi oleh seluruh situasi dan kondisi keluarga. Keluarga di kenal sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Prediket ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh keluarga dalam pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Pandangan seperti ini sangat logis dan mudah di pahami karena beberapa alas an berikut ini : 1. Keluarga merupakan pihak yang paling awal mmberikan banyak perlakuan kepada anak. 2. Sebagian besar waktu anak berada di lingkungan keluarga. 3. Karakteristik hubungan orang tua – anak berada dari hubungan anak dengan pihak-pihak lainnya ( guru, teman, dan sebagainya ). 4. Interaksi kehidupan orang tua- anak di rumah bersifat “asli”, seadanya dan tidak di buat-buat. Dari berbagia alasan yang dikemukakan itu menyebabkan fungsi dan peranan keluarga menjadi penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Karena itu tidaklah mengherankan kalau undang-undang sistin pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989 menyatakn dalm pasal 10. Ayat 4, bahwa kelurga merupakan bagian dari jalur pendidikan lur sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai-nilai moral dan keterampilan, kepda anak. Kelurga memberikan pengaruh yang kuat , langsung dan sangat dominan kepada anak, terutma dalam pembentukan perilaku, sikap, dan kebiasaan, penanaman nila-nilai, prilaku-prilaku dan sejenisnya, pengetahuan dan sebagainya. Sehubungan dengan hal ini Fuad Ichsan (1995 ) mengemukakan fungsi lembaga keluarga sebagai brikut: 1. Merupakan pengalaman prtama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan factor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan pribadinya. 2. Pendidikan di lingkungam keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang. 3. Di dalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral, keteladan orang tua di dalam bertutur kata dan berprilaku sehari-hari akan menjadi wahana pendidikan moral bagi anak dalam kelurga tersebut guna membentuk manusia susila. 4. Di adalm kelurga akan tumbuh sikpa tolong menolong, tengang rasa, sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera. 5. Keluarga merupakan lembaga yang memang berperan dalam meletakan dasra-dasar pendidikan agama. 6. Di dalam konteks membangun anak sebagai makhluk individu agar anak dapat mengembangkan dan menolo9ng dirinya sendiri, maka keluarga lebih cenderung untuk menciptakan kondisi yang dapat menumbuh-kembangkaninisiatif, kreatifitas, kehendak, emosi, tngung jawab, ketrampilan dan kegiatan lainnya. Seifert & Hoffnung 1991 menjelaskan enam kemungkinan cara yang harus di lakukan orang tua dalam mempengaruhi anak yakni sbb: 1. Pemodelan prilaku ( modeling of behaviors ), baik disengaja atau tidak, orang tua dengan sendirinya akan menjadi model bagi anak-anaknya. 2. Memberikan ganjaran dan hukuman ( giving reward and punishment ), yaitu orang tua mempengaruhi anaknya dengan cara member ganjaran terhadap prilaku-prilakunya yang positif, dan memberikan hukuman perilakunya yang tidak di inginkan. 3. Perintah langsung ( direct instruction ) memberi perintah secara sederhana. 4. Menyatakn peraturan-peraturan ( stating rulers ), yaitu membuat peaturan-peraturan umum yang berlaku secara umum walawpun secra tidak tertulis. 5. Nalar ( reasoning ),cara yang digunakan orang tua untuk mempenagruhi anaknya, dengan mempertanyakan kapasitas anak untuk bernalar. 6. Menyediakan fasilitas atau bahan dan dengan suasana yang menunjang. b. Lingkungan sekolah Karena perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin komplek, anak perlu persiapan khusus untuk mencapai masa dewasa. Persiapan ini perlu waktu, tempat dan proses yang khusus. Dengan demikian orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya sebagai pendidik. Lembaga ini disebut sekolah. Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi: - tanggung jawab formal kelembagaan - tanggung jawab keilmuan - tanggung jawab fungsional Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam ketrampilan. Karena jika ditilik dari sejarah perkembangan profesi guru, tugas mengajar sebenarnya adalah pelimpahan dari tugas orang tua karena tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap-sikap tertentu sesuai dengan perkembangan zaman. Fungsi Sekolah antara lain: 1. Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik. 2. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah. 3. Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan. 4. Di sekolah diberikan pelajaran etika , keagamaan, estetika, membedakan moral. 5. Memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya anak didik. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang di selengarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar dengan organisasi yang tersusun rapi, terencana, berjenjang dan berkesinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional, dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak untuk kehidupan masyarakat, sekolah juga sebagai produsendan pemberi jasa yang sangat erat hubungannya dengan pembangunan. Pembangunan tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa di dukungnya dengan manusia yang memiliki sumber daya yang berkualitas sebagai produk pendidikan. Karena itu sekolah perlu dirancang dengan baik, harus diupayakan sedemikian rupa agar mencerminkan masyarakat Indonesia dimasa depan, sehingga pesrta didik memperoleh peluang yang optimal dalam menyiapkan diri untuk melaksanakn peran sebagai individi, warga masyarakat, warga Negara dan warga dunia di masa depan. Sekolah di harapkan mampu melaksanakn fungsi pendidikan secara optimal, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional , maka pendidikan formal harus berfungsi: 1. Sekolah harus mampu menumbuh-kembangkan anak sebagai makhluk individu melalui pembekalan semua bidang studi. 2. Sekolah melalui teknik pengkajian bidang studi perlu mengembangkan sikap social, gaotong royong, toleransi, dan demokrasi dalm rangka menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk social. 3. Sekolah harus berfungsi sebagai pembinaan watak anak melalui bidang studi yang relevan sehingga akhirnya akan terbentuk manusia susila yang cakap yang mampu menampilkan dirinya sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang di masyarakt. 4. Sekolah harus dapat menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk yang religious dan mampu menjadi pemeluk agama yang baik, taat, sholeh dan toleran. 5. Dalam konteks pembangunan social, pendidikan formal harus menghasilkan tenaga kerja yang berkualitasyang mampu mensejahterakan dirinya dan bersama orang lain mampu mensejahterakan masyrakat, bangsa, dan Negara. 6. Sekolah berfungsi konservatif, inovatf dan selektif dalammempertahankn kebudayuaan yang ada, melakukan pembaharuan, dan melayani perbedaan individu anak dalam proses pendidikan. Selain itu, sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu. Dari sisi lain, sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan kekurangannya, yang mencapai puncaknya dengan gagasan Ivan Illich untuk membebaskan masyarakat dari wajib sekolah dengan buku yang terkenal Bebas dari Sekolah. Meskipun gagasan itu belum dapat diwujudkannya, termasuk di negara Meksiko, namun kritik terhadap sekolah patut mendapat perhatian. Oleh karena itu, kajian ini terutama diarahkan kepada pencarian berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan dan fungsi sekolah untuk tantangan. Asumsi kajian ini adalah sekolah harus diupayakan sedemikian rupa agar mencerminkan suatu masyarakat Indonesia di masa depan itu, sehingga peserta didik memperoleh peluang yang optimal dalam menyiapkan diri untuk melaksanakannya peran itu. Oleh karena itu, sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia di masa depan. c. Lingkungan masyarakat Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan pendidikan selain pendidikan dari lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak sudah mulai lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Namun orng tua tidak melepas begitu saja, mereka tetap mengontrol perkembangan atau pendidikan yang didapatkannya. Karena pengaruh yang lebih luas di banding dengan lingkungan pendidikan yang lain. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Ada 5 pranata sosial (social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan sosial yaitu: - pranata pendidikan = bertugas dalam upaya sosialisasi - pranata ekonomi = bertugas mengatur upaya pemenuhan kemakmuran - pranata politik = bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat - pranata teknologi = bertugas menciptakan teknik untuk mempermudah manusia - pranata moral dan etika = bertugas mengurusi nilai dan penyikapan dalam pergaulan masyarakat Masyrakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Kaitan antara masyarakat dan pendidikandapat di tinjau dari beberapa segi yakni: 1. Masyarakat adalah sebagai penyelengar pendidikan, baik yang di lembagakan maupun yang tidak di lembagakn. 2. Lembaga-lembaga kemasyarakatan atau kelompok social di masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif. 3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang maupun dimanfaatkan. Dari ketiga kaitan antara masyarakat dan pendidikan tersebut, dapat di lihat peran yang telah disumbangkan dalam rangka tujuan pendidikan nasional yaitu ikut membantu menyelenggarakan pendidikan, mambantu pengadaan tenaga, biaya, prasarana dan sarana, menyediakan lapangan pekerjaan dan membantu mengembangkan profesi baik langsung maupun tidak langsung. Dalam pendidkan nasional hal semacam ini di sebut ‘ Pendidikan kemasyarakatan’ yaitu usaha sadar yang memberikan kemungkinan perkembangan social, cultural, keagamaan, kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa, keterampilan, keahlian/profesi yang dapat di manfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya. Terdapat sejumlah lembaga kemsyarkatan yang mempunyai fungsi dan peran edukatifyang besar antara lain, organisasi kepemudaan ( karang taruna, pramuka, dll ) organisasi keagamaan dan sebagainya. Secara kongkrit peran dan fungsi pendidikan kemasyarakatan dapat di kemukakan sebagai berikut: 1. Memberikan kemampuan professional untuk mengembangkan karier melalui kursus, seminar, konferensi, dan lainnya. 2. Memberikan kemampuan teknis akademik dalam suatu system pendidika nasional seperti sekolah terbuka, pendidikan melalui madia elektonik. 3. Ikut serta mengembangkan kemampuan kehidupan beragama melalui pendidkan agama di mesjid. 4. Mengembangkan kemampuankehidupan social budaya melalui benggel seni, teater, olahraga, dan sebagai nya. 5. Mengembangkan keahlian dan keterampilanmelalui system magang untuk menjdi ahli, serti ahli mesin. Agar peran lembaga social/pendidikan kemasyarakatan bisa mantap pertumbuhan dan perkembangannya, maka perlu di koordinasikan oleh pemerintah. Karena pendidikan kemasyarkatan perlu wahana yang amt besar artinya perkembangan individu dan masyarakat yang sedang membangun. 4. Keadaan pendidikan berkarakter di Indonesia Melihat keadaan moral anak bangsa Indonesia saat sekarang ini, sangat jauh dari norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Perkelahian antar pelajar, kasus video porno yang dibuat pelajar, pergaulan bebas, pemakaian narkoba di tingkat pelajar, serta prestasi yang menurun menjadi bukti nyata betapa bobroknya pendidikan di Indonesia terlebih pada konsep pendidikan berkarakter. Fenomena ganjil pun mulai muncul dalam pendidikan di Indonesia, disaat digadang- gadangkan pelaksanaan pendidikan berkarakter, malahan dilapangan terjadi perlombaan intelektual anak didik yang sangat sedikit mementingkan aspek karakter moral yang baik. Contohnya saja perlombaan matematika tingkat SMA sekota Padang, semua siswa yang memiliki kemampuan matematika dapat ikut untuk berlomba, dan tidak peduli apakah moral dan kepribadian siswa tersebut baik atau tidak. Contoh lain adalah pelaksananaan UN yang menitik beratkan kemampuan otak siswa, disini terlihat secara gamblang betapa aspek kepribadian terasingkan, sehingga yang terlihat adalah aspek intelkual saja. Dan terdapat berbagai jenis kegaiatan pendidikan yang tidak mementingkan aspek karakter. Lembaga pendidikan mampu mencetak lulusan yang hafal teori-teori pelajaran, pintar menjawab soal-soal pertanyaan, selembar surat tanda tamat belajar dengan nilai tinggi. Namun, mampukah mencetak manusia-manusia bermoral dan beriman, serta siap menghadapi tantangan, jujur, disiplin, bertanggungjawab dan lain sebagainya? Yang terjadi saat ini, pendidikan seakan menjadi persyaratan utama dalam segala hal. Mulai dari melamar kerja, jenjang karier sampai melamar wanita cenderung sebuah pertanyaan yang sering muncul tentang pendidikannya. Kenyataan, pendidikan hanya mencari nilai bukan ilmu, pendidikan hanya sebagai syarat bukan pengetahuan, maka ditempuh dengan berbagai macam cara untuk mewujudkannya. Akhirnya yang muncul lulusan-lulusan yang siap kerja tapi tidak bisa bekerja, siap naik karier tapi tidak mampu berpikir dan siap meraih prestasi tapi tidak dapat beradaptasi. Untuk itu, Indonesia sebagai negara yang siap maju, membutuhkan manusia-manusia berkarakter sesuai dengan kepribadian bangsa, negara dan agama. Salah satu upaya mewujudkannya adalah melalui pendidikan berkarakter. Pendidikan berkarakter diharapkan dapat mengimbangi hasil pendidikan dalam diri peserta didik. Sebenarnya pendidikan berkarakter telah lama berkembang seiring dengan pendidikan itu sendiri. Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Hanya saja aspek tertentu lebih diutamakan. Meskipun bisa dikatakan terlambat, Pemerintah Indonesia kembali mulai menerapkan Pendidikan Berbasis Karakter dengan menyelipkan ke dalam kurikulum pendidikan yang baru (baca: penyesuaian) sebagaimana tertuang dalam U.U.R.I No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II: “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” (Pasal 2) “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (Pasal 3) 5. Peran lingkungan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di Indonesia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik. Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik . Berikut penjabaran hubungan antara lingkungan pendidikan dengan pendidikan berkarakter a. Hubungan keluarga dengan pendidikan berkarakter Seperti yang telah dijelaskan diawal materi tadi, keluarga mempunyai peran penting dalam menciptakan anak yang berkarakter. Karena dikeluarga anak akan mengenali lebih dahulu nilai-nilai kebaikan dan sopan santun, dikeluarga anak juga mendapatkan landasan kepercayaan yang sesuai dengan orang tua mereka. Seperti dalam alquran bahwa setiap anak yang lahir kemuka bumi ini seperti kertas putih yang belum ternoda, keluargalah yang akan memebrikan warna keatas kertas tersebut, apakah warnanya hitam, merah, jingga atau lainnya. Jikalau keluarga memandang enteng perkara perkembangan kepribadian anak, maka hingga periode perkembangan selanjutnya tidak akan berjalan dengan baik. Ibarat sebuah bangunan, pendidikan keluarga merupakan pondasi dari sebuah bangunan, jikalau pondasinya kokoh, maka bangunannya akan kokoh, jika kepribadian anak dikeluarga kokoh dan kuat, maka sifat yang akan dibangun selanjutnya menjadi lebih mudah dan kokoh pula. b. Hubungan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter Sekolah menjadi tempat bagi seorang anak untuk mencari ilmu yan tidak mereka dapatkan dikeluarga. Disekolah juga menjadi tempat untuk anak dapat menambah pergaulan mereka dan pengalaman mereka. Tidak hanya itu, sekolah juga bentuk kerja dari pemerintah untuk memajukan SDM yang ada. Hubungan sekolah dengan pendidikan berkarakter sangat jelas sekali. Karena disekolah para guru dapat memoles dan memperindah kepribadian yang telah dibentuk terlebih dahulu dalam keluarga. Namun sekolah juga bisa memperbaiki kepribadian yang buruk pada anak didik yang telah terbentuk terlebih dahulu dalam keluarga. Pada kenyataannya, sekolah telah keluar dari jalur tersebut, sekolah pada saat sekarang ini benyak melahirkan para pemikir dan ilmuwan yang tidak memiliki karaker bangsa yang baik. Pelaksanaan pembelajaran disekolah juga terpak pada SK dan KD yang telah ada sehingga pemodifikasian pembelajaran jarang terjadi. Dalam pendidikan berkarakter, sekolah harus menyisipkan nilai-nilai moral yang baik kedalam setiap mata pelajaran, contohnya pelajaran IPA yang mengenalkan tumbuh-tumbuhan. Lewat pelajaran ini sang guru harus mengaitkan pelajaran tumbuh-tumbuhan dengan kekuasaan Alloh dan peran manusia untuk menjaganya. Tenaga pendidik yang tidak mempunyai karakter yang baik juga menjadi penghalang terlaksananya pendidikan berkarakter di Indonesia. Selama ini guru hanya memandang tugasnya disekolah saja dan mentransfer ilmu yang mereka miliki tanpa memperhatikan tingkah laku mereka. Padahal seorang guru bertugas mendidik anaknya hingga menjadi seseorang yang berkarakter disamping memberikan ilmu pengetahuan yang berguna. Guru yang baik akan memberikan contoh yang baik pula pada anak didiknya dan begitu juga sebaliknya. c. Hubungan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan berkarater. Masyarakat sebagai elemen ketiga juga tidak bisa delupakan begitu saja, karena peserta didik akan menerapkan ilmu yang didapatkan dikeluarga dan sekolah ditengah masyarakat. Masyarakat yang bersikap apatis dan tidak peduli tentu akan memberi corak dan warna berbeda pada anak didik. Hal ini akan membuat kebimbangan dan kekacauan pada diri peserta didik. Namun jika masyarakat bersikap peduli dan memperhatikan perkembangan peserta didik, maka ini akan membuat peserta didik menjadi lebih mudah dalam menerapkan ilmunya. Selain itu, masyarakat juga bisa berperan dalam pengontrol kegiatan sosial bagi seorang peserta didik. d. Kerjasama ketiga elemen pendidikan dalam pengembangan pendidikan berkarakter Keluarga, sekolah dan masyarakat mempunyai peran tersendiri dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter, namun juga memiliki kerjasama yang kuat karena peserta didik berkembang didalam ketida unsur tersebut. Seperti diatas, peserta didik ibarat sebuah bangunan, bangunan terdiri dari pondasi, tiang dan dinding serta atap. Keluarga bertugas membentuk pondasi yang kuat dengan adonan ilmu-ilmu kebaikan dan religius, selanjutnya sekolah akan membangun tiang dan dinding bangunan dengan materi ilmu pengetahuan baru sehingga membuat indah bangunan tersebut, setelah itu tidak akan indah rasanya jika bangunan tanpa atap, masyarakatlah yang akan membuat atap bangunan dengan lingkungan dan situasi yang sesuai dengan bentuk dan model bangunan yang telah dirancang sebelumnya. Jikalau salah satu dari ketiga elemen tersebut tidak menjalankan tugas dengan baik, maka bangunan tidak akan menjadi sempurna. Contohnya, seorang anak yang berasal dari keluarga religius dan paham agama, disekolahkan ke sekolah yang memiliki mutu pendidika yang jauh dibawah rata-rata sekaligus hidup di lingkungan premanisme, maka kepribadian anak yang baik tadi tidak akan berkembang dan akan menghasilkan karakter yang berbeda. Begitu juga jika sekolah telah bekerja keras membentuk kepribadian anak namun keluarga tidak memperdulikannya, maka usaha-usaha sekolah tadi tidak akan berguan. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan pendidikan memiliki peran penting dalam pelaksanaan pendidikan berkarakter di indonesia. Lingkungan pun harus saling bekerja sama agar terbentuk karakter anak didik yang baik dan sesuai dengan falsafah pancasila. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kami. Lingkungan (environment) merupakan salah satu unsur/komponen pendidikan. Lingkungan itu bermacam-macam yang satu dengan yang lain saling pengaruh-mempengaruhi berdasarkan fungsinya masing-masing dan kelancaran proses dan hasil pendidikan. Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Melihat keadaan moral anak bangsa Indonesia saat sekarang ini, sangat jauh dari norma dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Perkelahian antar pelajar, kasus video porno yang dibuat pelajar, pergaulan bebas, pemakaian narkoba di tingkat pelajar, serta prestasi yang menurun menjadi bukti nyata betapa bobroknya pendidikan di Indonesia terlebih pada konsep pendidikan berkarakter. Lingkungan keluarga sangat berperan dalam pengembangan pendidikan berkarakter, karena melalui keluarga, karakter pertama kali dibentuk. Keluarga yang menanamkan nilai kebaikan maka akan mempermudah sekolah dan masyarakat mengembang karakter yang baik tersebut, namun begitupun sebaliknya. Lingkungan selanjunya adalah sekolah, disekolah menjadi titik sentral dalam pengembangan karakter, sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu saja, melainkan juga nilai-nilai kebaikan yang diselipkan dalam pelajaran sehari-hari. Masyarakat menjadi tempat para peserta didik untuk mengaplikasikan ilmu yang ia dapatkan disekolah, meskipun demikian masyarakat yang bersikap apatis tidak akan membantu peserta didik dalam mencari dan menemukan karakter ang bagus. Masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai pancasila juga akan merusak tatanan karakter yang telah terbentuk sebelumnya. Oleh larena itu, diperlukan kerjasa yang padu antara ke tiga elemen lingkungan pendidikan ini agar terlakasananya pendidikan berkarakter yang telah dicanangkan. Sehingga terbentuklah generasi penerus bangsa yang mampu melanjutkan tongkat estafet pemerintahan dan pembangunan dimasa yang akan datang B. Saran Pelaksanaan pendidikan berkarakter yang dicanangkan pemerintah saat ini masih lamban dan separuh hati, karena sistem pendidikan yang mengarah kepada ketangkasan intelektual dan pemahaman anak terhadap teori-teori ilmu pengetahuan, pelaksanaan UN juga menjadi penghalang terlaksananya pendidikan berkarakter. Perlu evaluasi kembali mengenai sistem ini, selain itu, keluarga juga harus memahami bahwa pendidikan tidak hanya dilaksanakan disekolah saja, namun pendidikan pertama sekali dilaksanakan dirumah. Dan karakter anak pertama kali ditanam dan ditegakkan dalam lingkungan keluarga. Guru sebgai tenaga pengajar juga harus memahami bahwa tugasnya tidak hanya memberikan ilmu melainkan juga menjadi contoh baik bagi peserta didiknya. Begitu juga dengan masyarakat, masyarakat harus memebrikan respon positif terhadap ilmu yang dilaksanakan oleh peserta didik. Masyarakat juga berperan sebgai pengontrol jika ada peserta didik yang melakukan tindakan yang melanggar norma yang ada. Dengan cara seperti ini, diharapakan program pendidikan berkarakter tidak hanya sebatas wacana, melainkan suatu strategi dalam dunia pendidikan. Memang memerlukan waktu yang lama, namun dimulai dari dini tentu akan membawa dampak positif untuk masa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta, Depdikbud. Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, www.depdiknas.go.id Hasan, S. Hamid. 2000. Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya Idris,z. Jamal, l.1987.Dasar-dasar pendidikan.Bandung:Angkasa Tim Pembina Mata Kuliah Pengantar Pendidikan.2006. Bahan Ajar Pengantar Pendidikan. Padang:UNP Press Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://Kotabandarlampung.Com/2011/07/Pendidikan-Berkarakter-Pendidikan-Berbasis-Karakter/ pukul 20.50 wib Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://lenterakecil.com/pendidikan-berkarakter-sebuah-wacana/ pukul 21.10 wib Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://www.tribunnews.com/2011/12/10/guru-dan-pendidikan-berkarakter pukul 21.19 wib Diambil pada tanggal 07 Maret 2012 dari http://arvineva.blogspot.com/2011/08/definisi-pendidikan-berkarakter.html pukul 22.00 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar