Jumat, 16 Desember 2011

Hubungan social anak autis x dengan keluarga.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Autisme adalah salah satu gangguan yang tejadi pada saraf neurobiologis didalam otak sehingga mengakibatkan anak susah untuk menjalin hubungan social, komunikasi dan gangguan perilaku. Setiap anak autis memilki karakteristik masing-masing sehingga belum dapat mengelompokkan mereka ke dalam bagian tertentu.
Ke tiga gangguan yang terjadi pada anak autis baik gangguan hubungan social, komunikasi dan perilaku saling berkaitan satu sama lain meskipun ada beberapa jenis anak autis yang tidak memiliki semua aspek tersebut. Hubungan social sangat berkaitan erat dengan komunikasi, bagaimana hubungan akan terjalin sedangkan komunikasi tidak berjalan dengan baik, begitupun sebaliknya. Terkadang keinginan anak akan sesuatu, namun tidak bisa mengungkapkannnya maka anak autis sering mengungkapkannnya pada perilaku-perilaku yang aneh.
Hubungan social mencakup hubungan dengan masyarakat, keluarga dan sekolah. Bagi anak autis ringan, mungkin mereka bisa menjalin hubungan yang baik dengan orang tua, tapi belum tentu pada bagian social lainnya.


B. BATASAN MASALAH

Permasalahan yang akan penulis angkat adalah hubungan social anak autis x dengan keluarga.

C. RUMUSAN MASALAH

Pertanyaan yang timbul dari permasalahan diatas adalah:
1. Bagaimana hubungan social autis x dengan orang tua?
2. Bagaimana hubungan social autis x dengan kakak dan adik?
3. Apakah anak mau diajak bermain dengan kakak dan adiknya?

D. TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui hubungan social autis x dengan orang tua.
2. Mengetahui hubungan social autis x dengan kakak dan adik.
3. Mengetahui respon autis x ketika diajak bermain




BAB II
PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORI
INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS
Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan danberinteraksi dalam seting sosial. Tinjauan tentang kesulitan (deficits) sosial pada anakanak autis baru-baru ini muncul
Anak-anak autis yang nonverbal telah diketahui bahwa mereka mengabaikan (ignore) orang lain, memperlihatkan masalah umum dalam bergaul dengan orang lain secara sosial. Ekspresi sosial mereka terbatas pada ekspresi emosi-emosi yang ekstrim, seperti menjerit, menangis atau tertawa yang sedalam-dalamnya. Anak-anak autis tidak menyukai perubahan sosial atau gangguan dalam rutinitas sehari-hari dan lebih suka apabila dunia mereka tetap sama. Apabila terjadi perubahan mereka akan lebih mudah marah, contoh: mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang berbeda dari yang biasa dilewati, atau posisi furnitur di dalam kelas berubah dari semula.
Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya sendiri (self-stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand flapping) mengayun-ayun tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara yang tetap (ngoceh), atau menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti menggaruk-garuk, kadang sampai terluka, menusuk-nusuk. Perilaku merangsang diri sendiri (self-stimulating) lebih sering terjadi pada waktu yang berbeda dari kehidupan anak atau selama situasi sosial berbeda.
Perilaku ini lebih sering lagi terjadi pada saat anak autis ditinggal sendiri atau sedang sendirian daripada waktu dia sibuk dengan tugas-tugas yang harus dikerjakannya, dan berkurang setelah anak belajar untuk berkomunikasi.
Interaksi sosial merupakan kesulitan yang nyata bagi anaka autis untuk melakukan transaksi sosial dengan lingkungannya. Hanya beberapa minggu bayi mulai dapat mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dekatnya. Bayi mulai menunjukkan ketertarikan dalam mengeksplorasi sesuatu yang diberikan dam memulai proses eksplorasi dengan menyentuh, menjatuhkan, menendang, melempar, menarik-narik atau dengan menghisap-hisap sesuatu. Hal ini merupakan bagian proses perkembangan awal dalam memahami dunia sekitarnya. Bayi juga memulai membuka proses untuk menginterpretasi ekspresi muka. Bayi mulai merespon dengan khusus dari ekspresi ibunya dan mulai belajar membaca perasaan ibu mereka. Bayi akan merespon secara sama dengan perasaan yang sama yang dibawa oleh ibunya. Ketika ibu terlihat tidak senang hatinya, biasanya bayi akan merespon dengan menangis. Tetapi sebaliknya bila ibu menunjukkan kebahagiaannya, maka bayi akan merespon dengan senang seperti mengerak-gerakkan kedua kakinya, kedua tangannya dan tentu menunjukkan senyum kebahagiaan. Sungguh niala yang sangat fantastic. Dana momen ini kebanyakan tidak ditemukan pada bayi dengan gejala autis.
Pada bayi dengan gangguan autis memiliki kesulitan dalam melakukan proses seperti gambaran bayi pada umumnya. Bayi autis kurang mampu mempertahankan kontak “dingin: terhadap ekspresi, sulit untuk terlibat dalam ekspresi emosional :membaca” ekspresi muka ibunya dan menafsikan nilai hubungan emosionalnya.
Dimensi perkembangan sosial memiliki signifikasi yang luar biasa pada dunia autis. Dalam dimensi ini jelas sekali bagaimana level perkembangan sosial anak autis mempengaruhi aspek dalam belajar dan perilaku. Hal ini bukanlah merupakan suatu kekurangan sederhana yang menghalangi bagi mereka untuk menjadi lebih sociable, tetapi dengan keadaan ini pada umumnya mereka semakin terhalangi dalam proses tranksaksi sosial, dimana merupakan karangka untuk memandang dunia yang ada.
a. Tanda Awal Keterasingan Sosial
Anak-anak autis seringkali ditandai dengan perilaku yang suka mengasingkan diri/menyendiri, meskipun dalam ruangan yang penuh dengan teman sebayanya ataupun anggota keluarganya. Sebagian besar dari laporan orang tua yang memiliki memiliki anak autis mengatakan bahwa anak mereka lebih memilih aktivitas sendiri. Ketika orang tua mengajaknya untuk melakukan permainan selayaknya anak-anak pada umumnya misalnya main bola, mobil-mobilan atau bernyanyi sambil bertepuk tangan, anak autis kesulitan untuk bergabung dan terlibat didalamnya.
b. Tidak Mampu Berteman Dengan Teman Sebayanya
Anak-anak yang tidak dapat terlibat dalam bermain sosial maka mereka tidak akan memiliki hubungan pertemanan dengan teman seusianya. Ketidakmampuan anak dalam bermain dengan teman sebayanya merupakan isyarat yang muncul bagi orang tua untuk melihat sesuatu yang ada pada anaknya. Kesulitan untuk menjalin hubungan dengan teman sebayanya merupakan hal yang paling mencolok sebagai cirri anak autis dimana ketika anak autis digabingkan dengan teman seusianya, maka ada beberapa kemungkinan perilaku sosial yang salah atau ganjil. Anak autis tidak akan bergabung dalam aktivitas sosial dan memilih terpisah dari kelompok temannya atau ia tetap berada dalam kelompok tetapi keberadaannya tidak terlibat dalam atmosfer kelompok.
c. Theory Of Mind
Theory of Mind (TOM) diperkenalkan pertama kali oleh Premack & Woodruff tahun 1978. Mereka mengatakan bahwa TOM merupakan pemahaman teoristik yang mengacu pada gambaran tentang beliefe (ide dan pemikiran) dan desires (harapan) orang-orang dewasa atau anak-anak terhadap orang lain, yang artinya dapat menjelaskan perilaku orang lain. TOM dapat dikatakan sebagai hubungan antara “berfikir tentang pikitan”.
Secara lebih luas TOM berkaitan dengan sosial kognitif pada anak autis didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai kesulitan memulai, mempertahankan dan mengakhiri interaksi sosial dengan tepat. Memahami pikiran dan perasaan orang lain dan merasakan dampak dari perilaku orang lain.
d. Proses Sosial Spesifik Anak Autis
Anak autis memiliki minat yang sangat terbatas pada lingkungan sosial dimana mereka lebih tertarik dengan benda-benda mati dilingkungannya. Mereka mungkin tidak mengenali orang tuanya, tetapi mereka lebih menyukai memperhatikan barang-barang yang disusun dala ruangan. Kanner mengatakan bahwa disfungsi sosial dan respon yang tak biasa menjadi cirri esensial dari sindrom ini.
Anak autis mungkin tertarik untuk berinteraksi sosial, tetapi gaya sosial interaksinya aneh dan eksentrik dan memiliki kapasitas untuk memahami interksi sosial atau mengantisipasi pernyataan emosional orang lain cesara terbatas, tujuan dan motivasi untuk membuat hal itun sangat sulit untuk bernegosiasi dalam suasana interaksi sosial.
Ciri-ciri gangguan social
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh dan diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi sosial
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda
Orang tua juga memiliki peranan utama dalam terapi efektif, karena meskipun telah banyak tersedia obat-obatan yang mendukung pemulihan anak autis, pendekatan secara terapeutik masih merupakan cara penatalakasanaan yang dianjurkan. Melalui terapi efektif, kemampuan bicara, interaksi, serta perubahan pola tingkah laku yang ritualistik dapat dialihkan menjadi lebih terstruktur dan berjadwal. Bersama dengan guru dan ahli terapi, orang tua mengidentifikasi kebiasaan-kebiasaan anak yang harus diubah dan kemampuan-kemampuan apa yang harus diajarkan lagi kepada anak autis.
Maka sudah jelas, jika seorang anak didiagnosis menderita autisme, orang tua tidak boleh menjadi pihak yang dipersalahkan. Autisme dapat disebabkan berbagai macam faktor, terutama genetik, tetapi sama sekali tidak berhubungan dengan pola asuh orang tua. Orang tua justru merupakan pihak yang harus diberi pengertian, dan diarahkan untuk mengambil peran terpenting, bahkan sejak proses diagnosis hingga pengobatan dan terapi untuk kesembuhan yang optimal bagi anak autis.
. Kemampuan dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua dari kriteria berikut :
1) Ditandai dengan adanya penurunan yang cukup jelas dalam penggunaan perilaku non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan sikap dalam mengatur interaksi sosial.
2) Kegagalan dalam perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan.
3) Tidak bisa secara spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau pencapaian bersama orang lain secara spontan (seperti tidak menunjukan, membawa atau menunjukan objek luar perhatian.
4) Tidak adanya timbal balik sosial atau emosional.
B. FAKTA DILAPANGAN
1. Hubungan social x dengan orang tua.
Orang tua merupakan salah satu bagian terpenting dalam hubungan social anak autis, anak akan belajar berinteraksi dengan orang tua sebelum mereka turun kelapangan, namun berbeda dengan anak autis, orang tua harus berupaya mengajarkan cara berinteraksi dengan lingkungan.
Penulis melihat hubungan autis x dengan orang tua tergantung keadaan dan suasan hati autis x, jika autis x dalam keadaan senang, maka autis x akan menjawab setiap pertanyaan dari orang tua, namun jika sedang sedih atau marah, maka autis x akan mengurung diri dikamar tanpa au mengiyakan perkataan orang tuanya.
Meskipun demikian, penulis menemukan bahwa hubungan yang tercipta antara autis x dengan keluarga berjalan dengan lancar dan hangat. Meskipun autis x tidak bisa menjalin kontak mata.
2. Hubungan social x dengan kakak dan adik.
Autis x memiliki keluarga yang besar, ia mempunyai saudara 6 dan ia sendiri anak ke empat. Kakak ke dua autis x juga mengalami kelainan ADHD. Jika penulis perhatikan, hubungan social mereka berjalan seperti apa adanya, karena autis x tidak mampu berkomunikasi dengan baik, maka kebanyakan kakak dan adiknya yang mengajak autis x untuk berbicara.
Meskipun demikian, adik autis x juga sering menjahili autis x dengan permainan yang mebuat autis x kesal dan tidak jarang autis x mengurung diri karena perilaku adk-adiknya tadi.
3. Respon autis x ketika diajak bermain.
Autis x sangat susah untuk bermain, mereka lebih suka untuk bermain sendir seperti main game pada hp. Disaat itu ia memilki ekspresi tersendiri saat ia mengalami kekalahan dan kemenangan. Namun bagaiman jika diajak bermain? Autis x akan mengiyakan bermain tersebut jika ia senangi dan suasana hatinya sedang baik, namun ia akan menolak jika permainan tidak menyenangkan dan membuat hatinya kesal.



















BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan danberinteraksi dalam seting sosial. Tinjauan tentang kesulitan (deficits) sosial pada anakanak autis baru-baru ini muncul
1. Tanda Awal Keterasingan Sosial
2. Tidak Mampu Berteman Dengan Teman Sebayanya
3. Theory Of Mind
4. Proses Sosial Spesifik Anak Autis
Ciri-ciri gangguan social lainnya adalah
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh dan diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
B. SARAN
Dalam memberikan pelatihan hubungan social bagi autis, tidak cukup dirumah saja, melainkan juga diharapkan dapat terjalain diluar rumah. Harus ada keberanian dari orang tua untuk membawa anak autis untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Selain itu, orang tua harus peka terhadap perilaku adik-adik autis x terhadap dirinya yang suka menjahilinya. Perlu pengerian bagi dik-adinya bahwa autis x mengalami kekurangan yang seharusnya tidak diganggu melainkan dibantu.

C. BUKTI PENUNJANG























DAFTAR PUSTAKA

http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/data.html. Diakses pada tanggal 12 DESEMBER 2011, 07:55 WIB.
http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/facts.html. Diakses pada tanggal 12 DESEMBER 2011, 07:55 WIB.
http://www.emedicinehealth.com/autism/article_em.htm#Autism%20Overview. Diakses pada tanggal 12 DESEMBER 2011, 07:15 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme. Diakses pada tanggal 12 DESEMBER 2011, 11:25 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar