Minggu, 04 September 2011

Hakekat Manusia dan Dimensi-dimensinya.

Hakekat Manusia dan Dimensi-dimensinya.
A. Sifat Hakekat Manusia
TerminologyIstilah term dan hakikat berasal dari bahasa arab dengan kata dasarnya “haq” yang berarti kebenaran yang sesungguhnya [mendasar]. Istilah manusia juga berasal dari bahasa arab yaitu dari kata “man” yang artinya manusia. Selanjutnya penggalan kata yang kedua yaitu “nasia” yang artinya pelupa. Jadi, istilah manusia berarti orang yang sering lupa tentang aturan atau peringatan-peringatan tuhan.
Beberapa istilah lain yang digunakan untuk manusia adalah:
1) Al insane : manusia yang punya hati “insane kamil :nurani”
2) Al basyar :manusia dalam bentuk lahiriah
3) Annas :manusia secara umum (people)
4) Baniadam : turunan atau anak cucu nabi adam
Sifat hakikat manusia adalah obyek studi filsafat, lebih spesifik lagi adalah tugas antropologi (filsafat antropologi) untuk mencari jawaban atas pertanyaan “apakah manusia itu”? Adapun pertanyaan tersebut antara lain berkenaan dengan (1) asal usul keberadaan manusia, yang mempertanyakan apakah beradanya manusia di dunia ini hanya kebetulan saja sebagai hasil evolusi atau hasil ciptaan Tuhan? (2) Stuktur metafisik manusia, apakah yang esensial dari manusia itu badannya atau jiwanya atau badan dan jiwa. (3) berbagai karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia, antara lain berkenaan dengan individualitas, sosialitas.
Hal ini menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah sekadar soal praktik melainkan praktik yang memiliki landasan dan tujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis normatif. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis dan universal tentang ciri hakiki manusia. Bersifat normatif karena pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual)membedakan manusia dari hewan.


B. Hakekat Masnusia menurut beberapa pandangan

1. Pandangan Islam
Ajaran Islam melihat bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Berdasar sudut pandangan ini pula, filsafat pendidikan Islam menempatkan status manusia dan segala aspeknya dalam konteks pendidikan.
Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk ciptaan Allah SWT (Q.S. 95:4). Selain itu manusia sudah dilengkapi dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan antara lain berupa fitrah ketauhidan (Q.S. 15: 29). Dengan fitrah ini diharapkan manusia dapat hidup sesuai dengan hakikat penciptaannya, yaitu mengabdi kepada Allah SWT selaku penciptanya (Q.S. 51:56). Sejalan dengan kepentingan itu maka kepada manusia dianugerahkan oleh penciptanya berbagai potensi yang dapat dikembangkan melalui pendidikan yang bterarah, taratur, dan berkesinambungan. Hal ini memberi isyarat bahwa manusia adalah makhluk yang berpotensi untuk dididik (animal educable). Manusia adalah makhluk yang dapat mengembangkan diri sendiri sejalan dengan potensi yang dimilikinya (homofaber). Dalam pandangan ini manusia dinilai sebagai makhluk eksploratif mampu dikembangkan dan sekaligus mampu untuk mengembangkan diri.
2. Pandangan ilmuwan barat

1) Pandangan Pisiko Analitik “ S. Freud “
Menurut freud dan Akta Mangajar V oleh Universiats Terbuka, secara hakiki kepribadian manusia ada 3 komponen :
Id atau Das Es ialah peliputan berbagai jenis keinginan, dorongan, kehendak, instink manusia yang mendasari perkembangan individu, yang sering juga disebut libido sexsual atau dorongan untuk mencapai kenikmatan hidup. Didalam Id terdapat 2 unsure yang paling utama yaitu unsure sexsual dan sifat agresif sebagai pengerak jiwa / tingkah laku.
Ego atau Das Ich ialah jembatan Id dengan dunia luar dari individu itu. Sehingga yang muncul kedunia luar dari perbuatan individu adalah egonya. Ego mengatur gerak gerik Id dalam memuaskan libidonya, dengan cara tidak memunculkan semua dorongan yang
Superego atau Uber Ich ialah pengawasa tingkah laku individu dalam interaksi dengan lingkungan. Superego tumbuh dan berkembang berkat interaksi antara individu dengan linkungannya yang bersifat mengatur nilai moral, adat, tradisi, hokum dan norma yang sejenis lainnya.
2) Pandangan Humanistik
Pandangan humanistic ditokohi oleh: Roger, Hansen, Adlet, dan Martin Buber (UT 1985). Human artinya manusia yaitu memahami secara hakiki keberadaan manusia, oleh manusi dari manusia berdasarkan ratio (pemikiran manusia). Pandangan tersebut ialah :
Dalam batas tertentu manusia punya otonomi untuk menentukan nasibnya.
Manusia bukan makhluk jahat atau baik, tetapi memiliki potensi untuk ke2nya.
Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Manusia makhluk yang senantiasa akan menjadi dan tak pernah sempurna.
3) Pandangan Behavioristik
Pandangan ini menjelaskan bahwa Behavior (tingkah laku) ditentukan oleh pengaruh linkungan yang dialami oleh individu yang bersangkutan. Lingkungan adalah penentu tunggal dari Behavior manusia. Jika ingin merubah tingkah laku manusia, perlu di persiapkan kondisi lingkungan yang mendukung kearah itu.


C. Hakekat manusia dengan dimensi-dimensinya.
1. Dimensi keindivuduan
Lysen mengartikan individu sebagai ”orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide).Sedangkan M. J. Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di Negeri Belanda) mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas. Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupan ciri yang yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. M.J.Langeveld menyatakan bahwa setiapa anak memiliki dorongan unetuk mandiri yang sangat kuat, meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan.

2. Dimensi kesosialan

Dimensi kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosial. Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Immnauel Khan seorang filosof tersohor bangsa Jerman menyatakan: “Manusia hanya bisa menjadi manusia jika berada diantara manusia.” Dikatakan demikian karena orang dapat mengembangkan individualitasnya didalam pergaulan sosial, artinya seseorang mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam interaksi dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya. Hanya didalam berinterkasi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaannya.
3.Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi, didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Maka dapat dikatakan bahwa kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Manusia susila adalah manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan.
4.Dimensi keberagamaan
Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama.

Pengembangan dimensi hakikat manusia
Pengembangan dimensi keindividuan harus diimbangi dengan dimensi kesosialan. Pengembangan dimensi kesosialan menuntut interaksinya dengan lingkungan sehingga harus berinteraksi, bergaul, bekerjasama, dan hisup bersama orang lain. Tumbuh kembangnya
Dimensi keindividuan dan kesosialan akan saling mengisi dan saling menemukan makna sesungguhnya. Dimensi kesusilaan, akan memberikan corak moral dalam pengembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika dan berbagai nilai sosial mengatur bagaimana kebersamaan antar individu. Hidup bersama orang lain, dalam rangka mengembangkan dimensi kemanusiaan tidak dapat dilakukan semau gue , tetapi harus diselenggarakan sedemikian rupa agar bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan.
Pengembangan dimensi pertama, kedua, dan ketiga baru menekankan kehidupan manusia di dunia. Kehidupan manusia yang lengkap meliputi dunia dan akhirat, sehingga diperlukan pengembangan dimensi keagamaan.
1) Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap pembinaan dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan yang dimaksud mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang menciptakan ketinggian martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk manusia yang utuh.
2) Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan dikatakan tidak utuh apabila didalam proses pengembangan ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap. Pengembangan yang semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar