Sabtu, 04 Juni 2011

peran orangtua dan guru dalam pendidikan anak luar biasa

MAKALAH
ORTOPEDAGOGIK GANGGUAN EMOSI, PERILAKU DAN SOSIAL
PARTISIPASI ORANG TUA DAN GURU DALAM PENDIDIKAN BAGI ANAK YANG MENGALAMI GANGGUAN EMOSI, SOSIAL, DAN PERILAKU





OLEH:
M. ABD. VAN FAYSA 17214




DOSEN PEMBIMBING:
DRS. GANDA SUMEKAR

PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
Dalam pendidikan anak yang mengalami gangguan emosi, sosial dan perilaku sangat membutuhkan tenaga ekstra lebih dari lingkungan disekitarnya agar dapat memaksimalkan informasi yang ia dapatkan. Jikalau satu elemen saja tidak mau bekerja, maka pendidikan yang di dapat oleh anak tersebut tidak dapat berjalan dengan sempurna dan semaksimal mungkin.
Setiap orang tua berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dn sifat masing-masing. Ketika seseorang menjadi orangtua, mereka membawa kombinasi sifat-sifat pribadi (personal traits) dan pengalaman-pengalamannya. Individu yang menjadi orang tua tersebut mempunyai tingkatan kematangan, energi, kesabaran, kecerdasan, dan sikap. Karakteristik ini akan mempengaruhi kepekaan mereka terhadap kebutuhan anak, harapan terhadap diri mereka sendiri dan anak-anaknya, dan kemampuan mereka untuk melaksanakan tuntutan peran pengasuhan (Dix dalam Martin & Colbert, 1997)
Orangtua mempunyai ide tersendiri tentang bagaimana anak berkembang, belajar, dan perasaan terhadap proses pengasuhan. Kepercayaan ini merupakan dasar berpikir untuk merawat anaknya. Kepercayaan tersebut meliputi tahapan perkembangan, ide akan pentingnya pengaruh keturunan (heredity) dan lingkungan, harapan akan hubungan orangtua – anak, dan pikiran mengenai apa mendasari pengasuhan yang baik dan yang buruk (Goodnow & Collins, 1990; McGillicuddy-DeLisi & Sigel, 1995 dalam Martin & Colbert, 1997).
Adapun beberapa jenis bentuk partisipasi dari orang tua dan guru dalam menunjang pendidikan bagi anak yang mengalami gangguan emosi sosial dan perilaku adalah:
1. Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh sangat berpengaruh pada perkembangan pendidikan si anak. Jika anak mendapatkan pola asuh yang salah dari orang tua, maka pendidikan tadi tidak berjalan dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu perlu pendidikan yang lebih bagi orangtua untuk mengasuh anak tunalaras.
Ada beberapa jenis pola asuh yang sering digunakan oleh orang tua terhadap anak mereka adalah:
1. Pola asuh otoritative (otoriter)
2. Pola asuh permisive (pemanjaan)
3. Pola asuh indulgent (penelantaran)
4. Pola asuh autoritatif (demokratis)
Dari keempat pola asuh diatas, pola asuh yang akan memabntu anak tunalaras dalam pendidikannya adalha pola asuh nomor empat yaitu pola asuh demokrasi. Karena pola asuh ini menerima inspirasi dari anak dan tidak terlalu menekankan sesuatu terhadap anak.

2. Melakukan pendekatan individu
Anak tunalaras memang susah untuk diajak bicara, berbagi dan bercerita, namun disini perlu kreativitas dari orang tua dan guru agar anak mau berbagi dan menceritakan segala sesuatu masalh yang ada pada dirinya. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara personal kepada anak, baik pendekatan emosinya dan pendekatan jati dirinya. Contohnya dengan memuji, memenuhi keinginannya, memahami karakternya dengan tidak memberikan hukuman terlebih dahulu. Berusaha memandang sesuatu dari sudut pandang anak. Prosedur yang diperlukan adalah bertahap dan kontinyu. Karena ternyata untuk membiasakan anak berkata jujur itu tidak mudah. Tekhniknya berupa pendekatan secara langsung ke anak atau pun secara tidak langsung melalui teman sebaya anak.

3. Memberikan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Luar Biasa Tunalaras (SLB-E)
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk menghasilkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Pendidikan budi pekerti dimaksudkan agar peserta didik mulai mengenal, meneladani, dan membiasakan perilaku terpuji.
Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional, maupun global. Peranan Pendidikan Agama Islam di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan potensi moral dan spiritual yang mencakup pengenalan, pemahaman, penanaman dan pengamalan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
4. Peran guru yang kreatif
Council for Exceptional Children US (2001) mengidentifikasi keterampilan yang diperlukan guru dalam mengajar anak dengan gangguan emosi dan perilaku (Weiss dalam Hallahan dan Kauffmann, 2006), yakni :
1. Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang beresiko mengalami gangguan emosi dan perilaku.
2. Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk mengontrol tingkah laku target dan menjaga atensi dalam pembelajaran.
3. Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, dan terampil dalam problem solving dan mengatasi konflik.
4. Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara individual dan modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku.
5. Mengintegrasikan proses belajar mengajar (akademik), pendidikan afektif, dan manajeman perilaku baik secara individual maupun kelompok.
6. Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dan problematik pada siswa secara individual.
5. Pendidik dan Orang tua dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1. Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2. Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3. Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
4. Memahami emosi anak.
5. Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
6. Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian



DAFTAR PUSTAKA

Diambil pada tanggal 30 Mei 2011 dari http://tarmidi.wordpress.com/category/psikologi/psikologi-populer/

Diambil pada tanggal 30 Mei 2011 dari http://lembarkeling.blog.com/2010/01/14/mengenal-dan-memahami-anak-tunalaras/http://lembarkeling.blog.com/2010/01/14/mengenal-dan-memahami-anak-tunalaras/

Diambil pada tanggal 30 Mei 2011 dari http://salamahazhar.wordpress.com/2011/01/02/peran-orang-tua-dalam-pendidikan-anak/

Farrel, Peter. (1995). Children with Emotional and Behavioural Difficulties: Strategies for assesment and Intervention. London : The Falmer Press.

Mangunsong, F. (1998). Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Depok: LPSP3

Sunardi. (1996). Ortopedagogik Anak Tunalaras I, Depdiknas Dikti.

______, (2006). Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Pendidikan Inklusif, dalam http://www.ditplb.or.id, 2006

1 komentar:

  1. http://akulb.blogspot.com/2011/06/peran-orangtua-dan-guru-dalam.html

    BalasHapus